Tuesday, July 30, 2019

Sulit Terlewati Tetapi Mengena di Hati "Sepenggal kisah pengabdian, sebuah perjalanan menembus hutan Kalimantan"


Borneo memang merupakan pulau yang kaya, kaya akan budayanya, etnis Dayak dan Melayunya, serta hutan belantara dan seisinya. Hai Indonesia, perkenalkan, sebuah kabupaten yang baru mekar beberapa tahun silam, Kabupaten Bengkayang. Ya, kabupaten ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat yang berbatasan langsung dengan Kota Singkawang dan Kabupaten Landak, di sini lah saya bertugas selama satu tahun tepatnya di Kecamatan Suti Semarang. Kecamatan ini merupakan kecamatan baru, pemekaran dari Kecamatan Ledo. Kecamatan tempat saya bertugas merupakan penghasil “sahang” (merica/ lada) yang terkenal di Kabupaten Bengkayang dan ini masih merupakan bagian dari tanah air  kita, Indonesia. Di kecamatan ini memiliki potensi alam yang luar biasa namun akses jalan menuju kecamatan ini memang sulit terlewati. Sudah menjadi rahasia umum bahwa trans pedalaman Kalimantan memang berbeda dan “istimewa”, begitu pun Suti Semarang bagi saya pribadi memang sangat istimewa karena untuk mencapainya diperlukan kesabaran dan kekuatan jiwa  dan raga serta alamnya yang masih asri, sepi, hutan yg luas dan seisinya membuat hati dan pikiran tentram. Di kecamatan yang terkenal jalan berlumpur dan sahang inilah saya ditugaskan, tercatat sejak tanggal 5 September 2016. Kecamatan Suti Semarang termasuk dalam 3 besar kecamatan yang terpelosok dan terkenal dengan akses jalan yang cukup sulit untuk ditempuh se-Kabupaten Bengkayang, bagaimana tidak? Untuk sampai di kecamatan ini harus menembus hutan belantara karena memang kecamatan ini terletak “di dalam hutan”. Untuk sampai di Suti dapat ditempuh dengan dua jalur, yakni jalur air dan jalur darat. Kedua jalur ini sama-sama menembus hutan. Sebelum sampai ke “steher” atau dermaga, orang gunung Desa Suti harus menempuh jalur darat terlebih dahulu dengan waktu tempuh 30 menit jika jalan kering dan bisa sampai 2 jam jika belum profesional mengendarai motor dengan jalan berlumpur ala Suti Semarang di musim hujan.
Kenapa dinamakan jalur air? Untuk sampai di Suti, menempuh jalur air berarti melewati sungai menembus hutan. Penduduk biasa menggunakan “motor air” atau perahu sampan sebagai alat transportasi mereka. Perahu sampan ini cukup panjang namun tidak begitu lebar, karena hanya muat dua orang saja jika duduk berjajar. Perjalanan via sungai Sambas ini untuk menuju ke kabupaten memerlukan waktu kurang lebih 4 jam lamanya untuk “ilir” (menuju) ke kota dan kurang lebih 6 jam untuk “mudik” (kembali) ke pedalaman (Suti). Lamaya perjalanan tergantung pada pasang surutnya air sungai, jika air sungai sedang tinggi maka untuk ilir biasanya akan lebih cepat bahkan tidak sampai 4 jam begitu pun dengan mudiknya akan pas 6 jam waktu tempuhnya. Namun jika air surut, baik ilir maupun mudik akan memerlukan waktu tempuh yang cukup lama karena harus mengangkat perahu sampannya dan biasanya penumpang akan ikut turun basah-basahan untuk mengangkat perahu. Budget yang harus dikeluarkan untuk membayar perahu ini adalah Rp 50.000,00 per orang itupun hanya sampai di Kecamatan Ledo saja, untuk sampai ke kabupaten harus melanjutkan naik oto atau bus dengan budget Rp 20.000,00 dengan waktu tempuh 1 jam perjalanan melewati jalan berkelok-kelok. Walaupun begitu, perjalan via jalur ini adalah perjalanan yang santai dan tidak menguras banyak tenaga dan emosi karena sepanjang perjalanan kita hanya duduk saja dan menikmati pemandangan sungai di tengah rimbunnya hutan tropis seisinya khas Borneo, bahkan kita bisa tidur jika kita mengantuk.
Lalu seperti apakah jalur darat? Kalian pernah melihat kejuaraan motor trail? Ya kurang lebih seperti itu lah jalur darat. Sebenarnya menurut saya jalur darat ini jalan yang dilalui lebih mirip jalur pendakian ketika mendaki gunung karena jalannya yang nyaris setapak untuk keluar dari hutan Suti. Bagi yang suka tantangan yang memacu adrenalin dan menguras emosi jiwa dan raga, jalur darat sangat direkomendasikan. Jalannya yang naik turun dan berlumpur ini membutuhkan ketrampilan mengendarai motor, kesabaran dan taktik cara melewati jalan yang akan dipilih agar tidak tumbang atau motor tertanam di lumpur, bahkan ada jalan seperti jalan tamiya dengan kanan kiri lumpur dimana jalan model seperti ini kontrol keseimbangan sangatlah diperlukan. Jalan tamiya tersebut sengaja dibuat penduduk setempat agar motor tidak tertanam di lumpur jika jalan berlumpur memang betul-betul tidak dapat diatasi. Sama seperti jalur air, jalur darat pun menembus hutan belantara khas Borneo namun waktu tempuh yang diperlukan untuk sampai ke kabupaten memang lebih cepat dibandinkgan melewati jalur air karena lewat jalur darat langsung potong kompas tidak seperti jalur air yang jaraknya menjadi lebih jauh karena mengikuti alur sungai. Waktu tempuh untuk sampai di kabupaten jika jalanan kering hanya 2 jam saja untuk profesional namun jika musim hujan bisa sampai 4 jam karena jalan licin dan harus angkat dorong motor. Jalur darat ini harus menyebrangi tiga sungai karena  memang tidak ada jembatan. Maka dari itu, motor yang digunakan haruslah tinggi dengan ban cakar untuk dapat menyeberangi sungai dan melewati jalan licin dan berlumpur. Budget yang diperlukan untuk jalur darat ini tergolong mahal jika tidak menggunakan motor sendiri karena harus menyewa jasa ojek. Ya, jasa ojek untuk sampai ke kabupaten kurang lebih Rp 250.000,00 jadi PP akan menghabiskan ongkos Rp 500.000,00 lebih mahal dibandingkan dengan motor air (perahu sampan). Namun jika menggunakan motor sendiri kita hanya merogoh kocek untuk uang bensin saja PP Rp 80.000,00 plus badan pegal-pegal belum lagi kostum yang basah dan berlumuran lumpur jika hujan. Menurut saya pribadi, baik jalur darat maupun jalur air mempunyai keseruannya dan kesannya masing-mmasing. Perjalanan yang ditempuh sama-sama membelajarkan bagaimana kesabaran, berbagi, menyingkirkan ego, bersyukur dan menikmati setiap perjalanan begitu pun hidup. Perjalanan Suti-Bengkayang dan sebaliknya membelajarkan saya bahwa perjalanan hidup itu tidaklah mudah dan mulus, kuat lahir dan batinnya seseorang dapat diperoleh dari tempaan pada setiap permasalahan dalam perjalanan hidup. Bahwa hidup itu mempunyai tujuan, jika jatuh bangkitlah kembali walaupun bersimpah lumpur kotor, di perjalanan kamu akan bertemu sungai untuk membasuh lumpur tersebut, walau terjatuh kamu tetap akan bertemu banyak orang baik yang akan menolongmu untuk lanjutkan perjalanan ke tujuan hidup. Bahwa setiap kesulitan pasti ada kemudahan dan solusi bersamanya J(oleh Fanny Hadi Setyorini, S.Pd.)

Sunday, July 21, 2019

Perjalanan ke Ujung Negeri


24 tahun silam saya dilahirkan dengan nama Magfiroh. Pendidikan S1 saya peroleh dari UNY dengan jurusan Pendidikan Ekonomi yang telah mengantarkan saya menjadi seorang guru. Dengan background pendidikan guru inilah yang mendorong hati saya untuk mengajar di daerah pelosok melalui program SM3T. Itulah sekelumit latar belakang saya sebagai penulis di sini.
SMA N 1 Capkala Bengkayang itulah daerah penempatan SM3T saat pembagian daerah penugasan. Sebelumnya tak pernah saya bayangkan daerah seperti apa Capkala itu yang akan menjadi tempat mengabdi untuk 1 tahun ke depan. Selasa 7 September 2016 untuk pertama kalinya saya sampai di Bengkayang setelah menempuh perjalanan semalaman dari Pontianak. Kesan pertama yang ada dalam otak saya saat itu adalah bahwa daerah ini masih asri, udara bersih masih bisa dihirup karena kota ini tidak terlalu padat kendaraan dan juga belum padat penduduk. Dan keesokan harinya saya dijemput oleh kepala sekolah daerah penugasan. Rabu 8 September 2016 sampai juga saya di SMAN 1 Capkala yang disambut dengan senyum dan sapa hangat baik dari guru maupun para siswa-siswinya yang akan menemani hari-hari selama satu tahun kedepan. Tak pernah terbayangkan sebelumnya menginjakkan kaki di Tanah Borneo ini yang penuh dengan keberagaman agama, dan menjunjung tinggi adat budaya, penuh dengan filosofi kehidupan. Melalui siswa-siswi, saya banyak mengambil pelajaran hidup yang semuanya akan saya ulas satu persatu.
Menyinggung soal keberagaman agama, penduduk Capkala menganut keyakinan yang beragam mulai dari Khatolik, Kristen, Buddha, dan Islam. Disinilah saya mengenal toleransi beragama di mana penduduknya hidup rukun dan damai saling menghormati sesamanya meskipun berbeda. Keadaan yang sama terjadi pula dengan perbedaan suku di Capkala, di sini terdapat suku Dayak, Tionghoa, Melayu dan Jawa yang memiliki perbedaan kebiasaan, adat istiadat, dan budaya yang menjadikan Capkala kaya dan kehidupannya tetap berjalan harmonis. Saya memiliki pengalaman merasakan indahnya toleransi beragama dan keharmonisan di tengah perbedaan adat budaya di tengah masyarakat. Kala itu menjelang hari raya Idhul Adha saya dan rekan sesama guru SM3T menerima undangan salah satu siswa kami yaitu Ikke. Dia merupakan siswa yang beragama Islam mengajak untuk menginap di rumahnya dan merayakan hari raya  Idhul Adha bersama. Sampai di rumah Ikke saya dikenalkan dengan anggota keluarga dan berbincang bincang sedikit dengan orang tua Ikke tentang kebiasaan dan adat yang ada disana. Ternyata saat perayaan hari besar keagamaan warga yang merayakan bukan hanya dikunjungi oleh sanak keluarga yang muslim saja tetapi juga sanak keluarga, tetangga ataupun kawan yang non muslim. Begitu juga saat perayaan natal, sanak keluarga, tetangga ataupun kawan akan berkunjung ke warga yang merayakan natal.













Tak hanya memiliki keberagaman agama saja, Capkala pun memiliki keberagaman budaya diantaranya tarian khas Dayak, permainan musik tradisional sape, dan lainnya. Tarian khas Dayak biasanya ditarikan secara berkelompok yang terdiri dari 3–5 orang dan diiringi dengan petikan senar sape. Tarian ini digunakan pada saat upacara adat maupun penyambutan tamu. Namun untuk melestarikan tarian khas Dayak ini agar tetap terjaga kelestariannya dalam setiap tahun pada acara gawai padi atau orang Dayak menyebutnya dengan gawai naik dango, yang diadakan dengan lomba tari khas Dayak. Di bawah ini terdapat foto dokumentasi yang berhasil saya abadikan melalui kamera handphone saya:

       











Text Box: Foto ini diambil pada saat merayakan Idul Adha di rumah Ikke                                                                                  













Text Box: Foto ini diambil pada saat penyambutan tamu dari SMA Harapan Bangsa Samalantan dalam pertandingan persahabatan




(oleh Magfiroh, S.Pd)

Sunday, July 14, 2019

Guru Garda Depan (Indinesia-Malaysia)


Menjadi seorang guru SM-3T (Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) adalah sebuah panggilan. Dikatakan panggilan karena memang tidak semua orang terpanggil untuk profesi yang selalu disoroti dari sisi kesejahteraannya yang minim ini. Meskipun pada awalnya saya kuliah jurusan pendidikan karena salah jurusan, namun setelah saya jalani, saya mulai mencintai profesi sebagai guru. Saya menikmatinya di mana dengan menjadi guru, saya bisa berbagi ilmu dengan peserta didik saya.
Entah apapun alasannya, kalau seseorang menjadi guru, guru adalah guru. Terpaksa atau tidak, kalau seseorang sudah terjun menjadi guru, pemilihan itu tidak ada lagi. Apalagi menjadi salah satu guru SM3T yang benar-benar terjun ke daerah 3T. Guru-guru yang berada di daerah 3T ini harus mendidik siswa-siswinya dengan segala keterbatasan. Guru-guru di daerah 3T ini harus mampu untuk berpikir dan bertindak kreatif untuk mendidik para peserta didiknya, meskipun dengan segala keterbatasan. SMA N 2 Siding merupakan salah satu sekolah, yang letaknya benar-benar di daerah 3T di mana orang terutama para pendatang harus bisa menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang masih kental dengan adat dan budaya dari leluhur mereka. Akses untuk menuju ke lokasi sangat sulit, dengan jarak tempuh yang cukup lama. Hal ini menyebabkan, tidak banyak guru mau untuk mengajar di SMA N 2 Siding. Maka, pemerintah Kabupaten Bengkayang mengirimkan 3 Guru SM3T ke SMA N 2 Siding. Salah satunya adalah saya, sebagai guru lulusan Pendidikan Ekonomi. SMA N 2 Siding berada di pelosok perbukitan di sebuah desa yang bernama Desa Siding. Desa ini merupakan desa garda depan yang berbatasan langsung dengan Malaysia. SMA tersebut merupakan sekolah baru dan belum memiliki gedung sendiri, karenanya sekolah pun menginduk di SMP N 1 Siding yang sudah lama berdiri dan sudah memiliki bangunan permanen.
Saya yang merupakan guru lulusan Pendidikan Ekonomi harus mengampu 2 mata pelajaran yaitu ekonomi sekaligus sosiologi. Pada awal perjumpaan saya dengan siswa-siswi SMA N 2 Siding yang hanya berjumlah 9 orang karena merupakan sekolah baru, saya merasa kebingungan, bagaimana cara saya untuk menghadapi mereka, karena saya belum pernah berada dalam kondisi yang serba minim ini. Namun semangat bersekolah mereka cukup tinggi, hal ini terbukti dengan adanya beberapa siswa yang harus berjalan selama 3 jam demi menuju ke sekolah, dan itu ia lakukan setiap hari. Siswa-siswi di sini hampir tidak pernah absen untuk hadir di sekolah. Namun, ketika proses pembelajarannya, motivasi dan minat siswa dalam pembelajaran cenderung kurang. Hal ini terbukti ketika saya mengadakan evaluasi hasil belajar. Hasil pekerjaan mereka sangatkah memprihatinkan. Banyak jawaban-jawaban yang sangat tidak sesuai dengan pertanyaan yang diberikan. Misalnya, di lembar jawab mereka mengisi dengan kata “saya tidak bisa pak” pada setiap pertanyaan yang diberikan. Hal ini membuktikan bahwa minat dan motivasi anak dalam bersekolah, terutama dalam kegiatan belajar sangatlah kurang. Sedangkan seharusnya, untuk anak usia SMA pada umumnya, harus sudah mampu untuk berpikir logis dan kritis dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan. Namun itulah tantangan bagi saya dalam mendidik generasi penerus bangsa yang berada di tapal batas antara Indonesia dan Malaysia ini.
Masalah lain yang ada di sekolah ini yaitu, banyak siswa yang lebih memilih putus sekolah karena terbujuk oleh tawaran bekerja di Malaysia. Hal ini sudah biasa terjadi, yang menyebabkan jumlah siswa di SMA ini sedikit. Oleh sebab itu, kami sebagai guru SM3T juga bertanggung jawab untuk memberikan motivasi, serta menanamkan jiwa nasionalisme agar tidak mudah terbujuk oleh rayuan negara tetangga. Namun masalah tersebut tidak sepenuhnya kesalahan mereka. Ada banyak faktor yang menjadi penyebab mengapa hal itu terjadi, beberapa faktor tersebut antara lain, karena kemampuan akademik mereka yang rendah, kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan bagi anak, serta jumlah guru yang terbatas menyebabkan banyak jam pelajaran kosong. Hal ini disebabkan karena kebanyakan guru di sana harus pulang pergi dengan kondisi jalan yang sangat susah untuk dilewati, terkadang ketika hari hujan, jalan menjadi licin dan berlumpur menyebabkan guru tidak dapat ke sekolah, karena jalannya tidak dapat dilalui menggunakan kendaraan bermotor.
 Menjadi guru di sana membuat saya memperoleh segudang pengalaman dan pembelajaran hidup yang sangat berarti. Saya menjadi paham dan mengerti bagaimana saya harus survive di tempat yang baru dengan bermacam-macam adat istiadat dari leluhur yang masih dipegang erat oleh warga sekitar. Menjadi seorang guru di tapal batas negeri ini membuat saya merasa bersyukur, saya dapat berbagi ilmu, belajar menghadapi berbagai jenis karakter mereka, bermain dengan mereka, bernyanyi bersama. Saya seperti menemukan keluarga baru di sana, karena kehangatan warga-warga di sana. Saya berharap, para guru di mana pun berada tetap menjadi guru yang baik, tetap percaya bahwa tantangan membuat kita akan menjadi pribadi yang lebih tangguh dan membuat kita selalu mengevaluasi diri agar menjadi guru yang benar-benar profesional dalam mencerdaskan generasi penerus bangsa.(oleh  Imam Asrofi, S.Pd.)




Monday, July 8, 2019

Bukit Banda Kebumen







Bagi kalian yang suka dengan ketinggan di atas pegunungan atau gunung dan tidak mau capai mendaki, ada kabar gembira buat kalian khususnya di sekitaran kebumen, dimana ada spot yang mantap untuk berfoto-foto ataupun sekedar menikmati keindahan puncak pegunungan. Tidak lengkap rasanya bagi kalian orang kebumen ataupun wisatawan yang sedang di Kebumen tidak menyinggahi tempat ini, di jamin akan puas jika menemukan momentum yang tepat.
Nah, tempat itu Bukit Banda namanya. Mungkin belum popular atau asing ditelinga kalian, karena tergolong wisata baru di daerah Kebumen. Buki Banda terletak di Dukuh Kalikemong, Desa Wadasmalang, Kecamatan Karangsambung. Bukit yang berada di ketinggian sekitar 374 mdpl ini menawarkan pemandangan yang epic seperti halnya neheri di atas awan. Meski belum resmi dibuka untuk wisata, Bukit Banda ini sudah mulai ramai dikunjungi wisatawan baik lokal maupun luar kebumen, bahkan tempat ini sering dijadikan tempat berkemah karena tempatnya yang memungkinkan dan layak. Tempat wisata ini sedang dalam perijinan untuk menjadi tempat wisata resmi, nah karena masih baru itu sangan direkomendasi untuk dikunjungi kaena alamnya masih asri.
Meskipun menawarkan keindahan alam yang epik, untuk mencapaitempat wisata ini perlu perjuangan yang extra karena untuk kendaraan roda empat belum bias masuk lokasi, jadi harus menggunakan roda dua atau motor. Perlu kalian perhatikan sebelum berangkat harus perhatikan kondisi motor kalian karena medanya ada yang berupa tanjakan extime sehingga kalian harus siap baik kendaraanya atau mentalnya.
Ada dua jalur alternatif, yang pertama dengan titik awal alun-alu Kebumen kemdian kearah utara dengan mengikuti jalan karangsambung atau pasar mertakanda ke Utara. Jalur ini lumayan cepat karena memerlukan waktu kurang lebih setengah jam saja, tetapi untuk jalan ini masih kurang bagus ketika mendekati lokasi, dan juga tanjakan ektrim. Tapi  untuk menghemat waktu pilihan jalurini menjajikan. Nah, bagamana bagi yang takut tanjakan tinggi?
Jalur kedua dari alun-alu kebumen ke timur menuju pasar krakal. Nah, setelah paar krakal jangan ambil kiri tetapi ambil lurus saja karena kalau ambir kiri nanti tembusnya seperti jalur yang pertama melewati tanjakan ektrim. Waktu yang diperlukan dua kali jalur pertama yaitu satu jam.
Karena tempat masih baru pasti kalian bertanya-tanya, apakah ada petuntuk jalan sampai lokasi? Tenang saja kalau masalah itu, signal seluler ataupun intenet terjangkau sampai puncak, dan jika selululer tidak ada signal karena menggunakan kartu yang tdak mendukung dilokasi, kalian tinggal tanya penduduk sekitar, mereka sudah paham dan tahu tempat ini,
Untuk biaya masuk Rp 5.000, setiap orang. Saran bila mau ketempat ini untuk berangkat pagi hari, setelah subuh dari alun-alun kebumen sekitar jam 04.30 WIB atau paling lambat 05.00 WIB untuk mendapatkan momen yang epic. Dan selain itu juga diperhatikan cuaca malamnya, kalau malamnya mendung paginya tidak direkomendasikan untuk kesana karena bisa aja ngga ada kabut. Kan sayang kalau kalian berkunjung tidak menemukan view yang bagus untuk update di akun media sosial kalian.
Tidak kalah penting kalian juga harus peduli lingkungan agar tidak meninggalkan sampah sekecil apapun kecuali tapak kalian. Selamat menikmati ….


Tanaman Karnivora dari Bengkayang


Kalimantan, pulau yang terkenal karena tingginya biodervisitas (keragaman hayati). Terdapat jenis flora dan fauna yang hidup di dalamnya yang masuk ke dalam katagori langka, endemik, dan belum teridentifikasi. Salah satu yang menarik ialah jenis flora yang memiliki nama ilmiah Nephentes sp. atau kantong semar. Dikatakan menarik, karena bagian daunnya yang mengalami modifikasi menjadi berupa kantong yang menjulur dari ujung daunnya. Modifikasi ini merupakan adaptasi terhadap habitat yang miskin sumber hara. Kantong ini berfungsi sebagai perangkap serangga. Di dalam kantong terdapat cairan asam dengan pH 2,8 – 4,9 yang berfungsi merusak tubuh serangga, sehingga zat gizi dapat diserap oleh tanaman kantong semar. Fungsi cairan asam ini sama seperti fungsi asam lambung (HCl) pada lambung kita. Pada bagian tutup kantong terdapat kelenjar nektar yang dapat mesekresikan cairan nektar sehingga serangga tertarik untuk mendekat. Saat serangga memanen nektar ia akan sampai ke permukaan licin, kemudian tergelicir dan jatuh ke dalam kantong yang berisi cairan asam.
Bukan hanya itu, beberapa jenis kantong semar memiliki sepasang organ seperti sayap (wings) organ ini berfungsi sebagai tangga memudahkan serangga untuk sampai ke bagian atas dari kantong.

Klasifikasi Kantong Semar
Kingdom         : Plantae
Divisi              : Magnoliophyta
Kelas               : Magnoliopsida
Ordo                : Caryophyllales
Family             : Nepenthaceae
Genus              : Nepenthes
Spesies            : Nepenthes sp.
    














Gambar 1. Nephentes  sp. (diambil di tanah gersang belakang SLB Adil Katalino Bengkayang, uang kertas berfungsi sebagai pembanding ukuran)


Kabupaten Bengkayang merupakan habitat alami kantong semar, kita dapat menemukan tanaman ini dengan mudah di pinggir jalan, di belakang sekolah, ataupun di belakang mess dinas pendidikan. Keadaan ini berbanding terbalik dengan  status konservasi tumbuhan ini, pemerintah Indonesia melalui Peraturan Pemerintah No. 7/1990 dan UU No. 5 Tahun 1990 memasukkan kantong semar ke dalam spesies di lindungi. Sedangkan menurut Internasional Union for Conservation of Nature (IUCN) kantong semar masuk ke dalam status terancam punah (Endangered). Hal ini disebabkan karena tanaman ini endemik, di mana hanya ditemukan hidup di daerah-daerah tertentu. Dari 103 spesies kantong semar yang sudah teridentifikasi, 64 spesies hidup di Indonesia dan dari jumlah tersebut sebanyak 32 jenis hidup di tanah Kalimantan.
Melihat keunikan ini perlu adanya upaya melindungi spesies tersebut, seperti membangun Rumah Kantong Semar di Kabupaten Bengkayang. Rumah Kantong Semar yang dibuat akan berfungsi sebagai pusat studi kantong semar, rekreasi, dan sebagai upaya konservasi. Semoga kedepannya masyarakat beserta pemerintah lebih peduli dan ikut berperan serta dalam pelestarian tanaman karnivora menarik dari Bengkayang ini, Kantong Semar.(oleh Jajang Nur Rofik, S.Pd.) 









Merdeka Belajar

 Merdeka Belajar Kebebasan setiap individu atas hak-haknya tanpa melanggar atau mengambil hak kebebasan individu lain-Ki HadjarDewantara Leb...