Borneo memang merupakan pulau yang kaya, kaya akan
budayanya, etnis Dayak dan Melayunya, serta hutan belantara dan seisinya. Hai
Indonesia, perkenalkan, sebuah kabupaten yang baru mekar beberapa tahun silam,
Kabupaten Bengkayang. Ya, kabupaten ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Sambas
Provinsi Kalimantan Barat yang berbatasan langsung dengan Kota Singkawang dan Kabupaten
Landak, di sini lah saya bertugas selama satu tahun tepatnya di Kecamatan Suti
Semarang. Kecamatan ini merupakan kecamatan baru, pemekaran dari Kecamatan
Ledo. Kecamatan tempat saya bertugas merupakan penghasil “sahang” (merica/
lada) yang terkenal di Kabupaten Bengkayang dan ini masih merupakan
bagian dari tanah air kita, Indonesia.
Di kecamatan
ini memiliki potensi alam yang luar biasa namun akses jalan menuju kecamatan ini memang sulit terlewati.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa trans pedalaman
Kalimantan memang berbeda dan “istimewa”, begitu pun Suti Semarang bagi saya
pribadi memang sangat istimewa karena untuk mencapainya diperlukan kesabaran
dan kekuatan jiwa dan raga serta alamnya
yang masih asri, sepi, hutan yg luas dan seisinya membuat hati dan pikiran
tentram.
Di kecamatan yang terkenal jalan
berlumpur dan sahang inilah saya ditugaskan, tercatat sejak tanggal 5 September 2016. Kecamatan Suti Semarang termasuk dalam 3 besar kecamatan
yang terpelosok dan terkenal dengan akses jalan yang cukup sulit untuk ditempuh
se-Kabupaten Bengkayang, bagaimana tidak? Untuk sampai di kecamatan ini harus
menembus hutan belantara karena memang kecamatan ini terletak “di dalam hutan”.
Untuk sampai di Suti dapat ditempuh dengan dua jalur, yakni jalur air dan jalur
darat. Kedua jalur ini sama-sama menembus hutan. Sebelum sampai ke “steher”
atau dermaga, orang gunung Desa Suti harus menempuh jalur darat terlebih dahulu
dengan waktu tempuh 30 menit jika jalan kering dan bisa sampai 2 jam jika belum
profesional mengendarai motor dengan jalan berlumpur ala Suti Semarang di musim
hujan.
Kenapa dinamakan jalur air? Untuk sampai di Suti,
menempuh jalur air berarti melewati sungai menembus hutan. Penduduk biasa
menggunakan “motor air” atau perahu sampan sebagai alat transportasi mereka.
Perahu sampan ini cukup panjang namun tidak begitu lebar, karena hanya muat dua
orang saja jika duduk berjajar. Perjalanan via sungai Sambas ini untuk menuju
ke kabupaten memerlukan waktu kurang lebih 4 jam lamanya untuk “ilir” (menuju)
ke kota dan kurang lebih 6 jam untuk “mudik” (kembali) ke pedalaman (Suti).
Lamaya perjalanan tergantung pada pasang surutnya air sungai, jika air sungai
sedang tinggi maka untuk ilir biasanya akan lebih cepat bahkan tidak sampai 4
jam begitu pun dengan mudiknya akan pas 6 jam waktu tempuhnya. Namun jika air
surut, baik ilir maupun mudik akan memerlukan waktu tempuh yang cukup lama
karena harus mengangkat perahu sampannya dan biasanya penumpang akan ikut turun
basah-basahan untuk mengangkat perahu. Budget
yang harus dikeluarkan untuk membayar perahu ini adalah Rp 50.000,00 per orang
itupun hanya sampai di Kecamatan Ledo saja, untuk sampai ke kabupaten harus
melanjutkan naik oto atau bus dengan budget
Rp 20.000,00 dengan waktu tempuh 1 jam perjalanan melewati jalan berkelok-kelok.
Walaupun begitu, perjalan via jalur ini adalah perjalanan yang santai dan tidak
menguras banyak tenaga dan emosi karena sepanjang perjalanan kita hanya duduk
saja dan menikmati pemandangan sungai di tengah rimbunnya hutan tropis seisinya
khas Borneo, bahkan kita bisa tidur jika kita mengantuk.
Lalu seperti apakah jalur darat? Kalian pernah melihat
kejuaraan motor trail? Ya kurang
lebih seperti itu lah jalur darat. Sebenarnya menurut saya jalur darat ini jalan
yang dilalui lebih mirip jalur pendakian ketika mendaki gunung karena jalannya
yang nyaris setapak untuk keluar dari hutan Suti. Bagi yang suka tantangan yang
memacu adrenalin dan menguras emosi jiwa dan raga, jalur darat sangat
direkomendasikan. Jalannya yang naik turun dan berlumpur ini membutuhkan
ketrampilan mengendarai motor, kesabaran dan taktik cara melewati jalan yang
akan dipilih agar tidak tumbang atau motor tertanam di lumpur, bahkan ada jalan
seperti jalan tamiya dengan kanan kiri lumpur dimana jalan model seperti ini
kontrol keseimbangan sangatlah diperlukan. Jalan tamiya tersebut sengaja dibuat
penduduk setempat agar motor tidak tertanam di lumpur jika jalan berlumpur
memang betul-betul tidak dapat diatasi. Sama seperti jalur air, jalur darat pun
menembus hutan belantara khas Borneo namun waktu tempuh yang diperlukan untuk
sampai ke kabupaten memang lebih cepat dibandinkgan melewati jalur air karena
lewat jalur darat langsung potong kompas tidak seperti jalur air yang jaraknya
menjadi lebih jauh karena mengikuti alur sungai. Waktu tempuh untuk sampai di
kabupaten jika jalanan kering hanya 2 jam saja untuk profesional namun jika
musim hujan bisa sampai 4 jam karena jalan licin dan harus angkat dorong motor.
Jalur darat ini harus menyebrangi tiga sungai karena memang tidak ada jembatan. Maka dari itu,
motor yang digunakan haruslah tinggi dengan ban cakar untuk dapat menyeberangi
sungai dan melewati jalan licin dan berlumpur. Budget yang diperlukan untuk jalur darat ini tergolong mahal jika
tidak menggunakan motor sendiri karena harus menyewa jasa ojek. Ya, jasa ojek
untuk sampai ke kabupaten kurang lebih Rp 250.000,00 jadi PP akan menghabiskan
ongkos Rp 500.000,00 lebih mahal dibandingkan dengan motor air (perahu sampan).
Namun jika menggunakan motor sendiri kita hanya merogoh kocek untuk uang bensin
saja PP Rp 80.000,00 plus badan pegal-pegal belum lagi kostum yang basah dan
berlumuran lumpur jika hujan. Menurut saya pribadi, baik jalur darat maupun
jalur air mempunyai keseruannya dan kesannya masing-mmasing. Perjalanan yang
ditempuh sama-sama membelajarkan bagaimana kesabaran, berbagi, menyingkirkan
ego, bersyukur dan menikmati setiap perjalanan begitu pun hidup. Perjalanan
Suti-Bengkayang dan sebaliknya membelajarkan saya bahwa perjalanan hidup itu
tidaklah mudah dan mulus, kuat lahir dan batinnya seseorang dapat diperoleh
dari tempaan pada setiap permasalahan dalam perjalanan hidup. Bahwa hidup itu
mempunyai tujuan, jika jatuh bangkitlah kembali walaupun bersimpah lumpur
kotor, di perjalanan kamu akan bertemu sungai untuk membasuh lumpur tersebut,
walau terjatuh kamu tetap akan bertemu banyak orang baik yang akan menolongmu
untuk lanjutkan perjalanan ke tujuan hidup. Bahwa setiap kesulitan pasti ada kemudahan
dan solusi bersamanya J(oleh Fanny Hadi
Setyorini,
S.Pd.)