Tuesday, March 26, 2019

Suti Semarang dalam Kenangan


Mendidik merupakan profesi mulia yang kelak di akhirat mendapatkan limpahan pahala
yang tiada tara. Begitulah ungkapan yang bisa diambil dari arti sebuah kata mendidik. Seperti yang tertuang dalam salah satu ayat dalam Al Quran bahwa “tidak akan putus amal jariah seseorang setelah meninggal kecuali tiga perkara, yaitu doa anak sholeh dan sholehah, sedekah jariyah serta yang terakhir adalah ilmu yang bermanfaat”. Sudah jelas bahwa Allah telah menjanjikan pahala yang berlimpah apabila kita menyampaikan ilmu yang bermanfaat. Memilih profesi sebagai pendidik merupakan pilihan yang tidak hanya mengantarkan kita pada profesi dunia melainkan juga profesi akhirat. Berlatarbelakang hal itulah yang membuat saya tergerak untuk memilih profesi sebagai guru.
Guru bukan hanya sekedar menyampaikan ilmu, tapi dari gurulah karakter bangsa ini dapat dibangun. Guru yang hebat adalah guru yang dapat menyampaikan materi dan guru yang dapat mendidik peserta didiknya dengan hati ikhlas, sehingga terbentuklah anak-anak bangsa yang cinta akan tanah airnya. Menjadi guru yang hebat bukan perkara mudah, butuh pengorbanan, keikhlasan dan pengabdian yang tidak memandang di mana kita mendidik. Bukan berkeinginan menjadi seorang guru yang hebat, tetapi mendapatkan pengalaman baru. Itulah alasan pertama yang ada dalam benak saya saat memutuskan mengikuti program     SM-3T. Pengalaman yang kelak akan menjadi bekal saya untuk mencintai profesi ini. Profesi yang bisa saya tekuni bukan hanya sekedar untuk diri saya pribadi tapi untuk banyak orang.
Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal atau yang sering disebut     SM-3T merupakan program dari pemerintah, dimana para sarjana pendidikan dikirim keseluruh pelosok negeri untuk mencukupi keterbatasan guru selama 1 tahun. Awal mulanya tidak terpikir dalam diri saya mengikuti program ini. Hingga pada suatu ketika terlintas dalam pikiran saya apabila saya ingin menjadi seorang pendidik saya ingin mengabdikan diri saya untuk anak-anak di pelosok negeri ini. Hal itulah yang melatarbelakangi diri saya mengikuti program ini. Melalui program ini saya tahu bahwa negeri ini luas tetapi ketimpangan di negeri ini juga nyata adanya, terutama didunia pendidikan.
Ditempatkan disalahsatu kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat, yaitu Kabupaten Bengkayang memberi pengalaman berharga bagi diri saya pribadi. Kabupaten Bengkayang merupakan kabupaten pemekaran dari Kabupaten Sambas sejak tahun 1999. Kabupaten baru yang mempunyai potensi alam melimpah, seperti emas, karet, sawit dan lada. Kabupaten yang terbagi menjadi 17 kecamatan dan kabupaten yang berbatasan langsung dengan negara tetangga yaitu Malaysia. Bengkayang memberi cerita tersendiri bagi diri saya selama satu tahun ini. Pengalaman selama 1 tahun di Bengkayang tidak hanya memberi cerita ketika mengabdi sebagai seorang guru, melainkan banyak pengalaman lain yang saya dapatkan.
Pengalaman-pengalaman ini saya dapatkan ketika saya ditempatkan di Kecamatan Suti Semarang, Kabupaten Bengkayang. Kecamatan Suti Semarang merupakan kecamatan pemekaran dari Kecamatan Ledo. Kecamatan yang masuk zona terpencil setelah Kecamatan Siding, karena akses jalan menuju Kecamatan Suti Semarang sangatlah sulit. Akses menuju kecamatan ini sebenarnya dapat dilalui dengan dua jalur, yaitu melalui jalur darat dan jalur air. Jalur darat menjadi alternatif baik apabila hari tidak hujan, sedangkan saat hujan akan lebih baik melewati jalur air atau sungai saja.
Kecamatan Suti Semarang sebenarnya kecamatan yang mempunyai penghasilan tinggi, karena rata-rata penduduknya bermata pencaharian sebagai petani sahang (lada) dan mereka juga noreh (menyadap getah karet). Jadi bisa dibayangkan saja berapa banyak penghasilan yang didapat ketika panen tiba, jika satu kilogram sahang saja terkadang harga jualnya antara Rp 60.000,- sampai Rp 170.000,-. Sedangkan untuk satu kilogram karet yang sudah siap dijual perkiraan harga jualnya antara Rp 7.000,- sampai Rp 10.000,-. Masyarakat kecamatan Suti Semarang sebenarnya tidak bisa dikatakan ketertinggalan dalam perkembangan zaman, karena rata-rata mereka juga mengikuti perkembangan zaman.
Hal yang sulit selama tinggal di Kecamatan Suti Semarang, sebenarnya akses jalan yang benar-benar sulit dilalui apabila hari hujan. Jalan tanah yang naik turun diserati lumpur, membuat jalan begitu licin dan tak jarang kami harus jatuh dari motor berkali-kali. Selain akses jalan yang sulit, kami yang tinggal di Kecamatan Suti Semarang harus merasakan listrik 12 jam saja. Bahkan tidak semua desa bisa merasakan listrik di kecamatan ini, hanya ada empat desa saja yang dapat merasakan listrik. Sedangkan desa-desa lain di kecamatan ini belum mampu menggunakan listrik, mereka masih mengunakan genset untuk menerangi rumah mereka. Keterbatasan aliran listrik di kecamatan ini, tidak lain dan tidak bukan karena listrik yang digunakan hanya memanfaatkan Pembangkit Listrik Tenaga Disel (PLTD). PLTD ini belum mampu mengaliri listrik secara merata di Kecamatan Suti Semarang.
Di tengah keterbatasan yang ada ditempat penugasan, setidaknya kami atau lebih tepatnya saya masih sangat bersyukur. Setidaknya saya masih bisa merasakan aliran listrik, walau hanya 12 jam saja. Alhamdulilah saya juga tidak kesulitan untuk mendapatkan signal telepon, sehingga kesulitan-kesulitan yang saya hadapi di daerah penugasan masih bisa saya bagi dengan orang-orang terdekat saya. Di tengah keberuntungan tersebut pastinya ada rintangan lain yang mengiringi pengabdian saya di Bumi Sebalo, ketika aliran air sedang tidak bersahabat dengan kami maka tidak jarang saya harus mandi ataupun melakukan aktifitas mencuci di sungai. Hal itu bukanlah rintangan yang harus dihindari melainkan harus dihadapi dengan perasaan bahagia, karena setidaknya dengan berbagai pengalaman ini membuat saya menjadi lebih bersyukur.
Ditempatkan di Kecamatan Suti Semarang memberi pengalaman luar biasa bagi diri saya pribadi. Mengabdi di tempat yang bisa dikatakan terpencil memberi saya banyak pelajaran, tapi satu hal yang pasti semua itu dapat dilalui hanya dengan satu kata yaitu bersyukur. Bersyukur ditempatkan di Kecamatan Suti Semarang, bersyukur bertemu dengan masyarakat lokal yang ramah dan bersyukur dapat mendidik anak-anak Kecamatan Suti Semarang walau hanya satu tahun.
Berbicara anak-anak Suti Semarang, maka kita juga akan berbicara tentang pendidikan mereka. Kecamatan Suti Semarang memiliki beberapa Sekolah Dasar, 3 Sekolah Menengah Pertama dan 1 Sekolah Menengah Atas. Saya mendapat kesempatan mendidik anak-anak di SMA N 1 Suti Semarang. Anak-anak ini rata-rata berasal dari Kecamatan Suti Semarang, tetapi ada beberapa dari mereka yang berasal dari Kabupaten Landak. Sebenarnya Kecamatan Suti Semarang, merupakan kecamatan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Landak, sehingga beberapa orang siswa di SMA N 1 Suti Semarang adalah anak-anak dari Landak. Tak jarang dari mereka harus berjalan berkilo-kilo untuk sampai ke sekolah, mereka berangkat dari rumah pukul 05.00 dan sampai disekolah pukul 07.30. Perjuangan anak-anak ini untuk pergi kesekolah tidaklah mudah, karena mereka harus melewati jalan yang benar-benar rusak. Selepas sekolah mereka juga harus bekerja, karena rata-rata dari mereka membiayai sekolah mereka sendiri.
Semangat belajar yang ditunjukkan oleh anak-anak ini begitu luar biasa, tidak jarang dari mereka yang tidak berangkat satu hari hanya untuk mencari uang. Uang itu mereka gunakan untuk membayar kebutuhan sekolah yang mereka perlukan. Keterbatasan fasilitas sekolah juga menjadi beban tersendiri bagi mereka. Akan tetapi, di tengah keterbatasan itu tidak menyurutkan semangat belajar mereka. Jika hari hujan atau jalan becek mereka masih tetap berusaha berangkat sekolah, meskipun saat berangkat mereka menggunakan baju biasa dan ketika sampai di sekolah mereka kemudian ganti baju seragam sekolah. Menyampaikan ilmu kepada mereka membutuhkan kesabaran dan ketulusan, karena mereka bukanlah anak-anak kota yang siap menerima pelajaran dengan begitu banyaknya materi. Materi-materi yang disampaikan kepada mereka harus sedikit demi sedikit, hal ini dikarenakan adanya keterbatasan fasilitas dan daya tangkap mereka yang terbatas. Adanya keterbatasan dari mereka, memberi energi tersendiri bagi kami bahwa mereka butuh bimbingan dan betapa bahagianya bagi kami bisa membimbing mereka. Walaupun kami terutama saya belum bisa dikatakan pendidik bagi mereka, tapi setidaknya saya dapat memberikan ilmu yang saya miliki untuk mereka. Mereka gunakan ataupun tidak, namun setidaknya dari ilmu-ilmu yang kami sampaikan kepada mereka memberi gambaran pada mereka bahwa negeri ini butuh mereka. 
Satu tahun berada di tempat ini memberikan saya banyak pengalaman yang sulit diungkapkan. Merasa beruntung ditugaskan di sini dan bertemu dengan orang-orang hebat yang mampu bertahan dalam kondisi sesulit itu. Bahkan dengan canda tawa, mereka mengajak kami untuk mencari sayur di hutan, belajar bersama dan bermain ke sungai. Tidak jarang mereka mengajak kami untuk nyantuk durian (menunggu durian jatuh) ketika musim durian tiba. Ketika tidak ada lauk untuk makan, tidak jarang kami pergi ke sungai untuk memancing dan mencari tengkuyung (hewan sungai yang enak dimakan). Makanan-makanan yang kami konsumsi rata-rata mencari dan bukan beli. Itulah yang membuat kami merasakan bahwa sebenarnya alam ini telah menyediakan sumber makanan bagi manusianya, tinggal bagaimana manusia itu mau berusaha atau tidak. Pengalaman-pengalaman yang mereka bagi kepada kami merupakan pengalaman yang sulit kami dapatkan. Suti Semarang bukan hanya sebuah kecamatan, tapi Suti Semarang adalah kenangan indah bagi saya.
Suti Semarang memang kecamatan terpencil di Kabupaten Bengkayang, tetapi dari Suti Semarang saya belajar arti bersyukur, menghargai, mandiri, kesabaran, keikhlasan serta ketulusan. Lewat Suti Semaranglah saya akan belajar menghargai profesi ini, bahkan mencintai profesi ini. Sejatinya profesi yang paling mulia di dunia ini adalah profesi sebagai pendidik atau yang sering disebut guru. Semua profesi yang ada di dunia ini tidak akan lepas dari bimbingan seorang guru. Gurulah yang pertama kali mengenalkan kita akan huruf-huruf abjad diwaktu Taman Kanak-Kanak, dan gurulah yang menjadikan seorang dokter mendapatkan gelar dokter. Di Kecamatan Suti Semarang saya belajar arti sebuah ketulusan seorang guru kepada muridnya, dan kasih sayang seorang murid kepada gurunya.(oleh Nur Aini Hanifatun, S.Pd.)

No comments:

Post a Comment

Merdeka Belajar

 Merdeka Belajar Kebebasan setiap individu atas hak-haknya tanpa melanggar atau mengambil hak kebebasan individu lain-Ki HadjarDewantara Leb...