Mendidik
merupakan profesi mulia yang kelak di akhirat mendapatkan limpahan pahala
yang
tiada tara. Begitulah ungkapan yang bisa diambil dari arti sebuah kata
mendidik. Seperti yang tertuang dalam salah satu ayat dalam Al Quran bahwa
“tidak akan putus amal jariah seseorang setelah meninggal kecuali tiga perkara,
yaitu doa anak sholeh dan sholehah, sedekah jariyah serta yang terakhir adalah
ilmu yang bermanfaat”. Sudah jelas bahwa Allah telah menjanjikan pahala yang
berlimpah apabila kita menyampaikan ilmu yang bermanfaat. Memilih profesi
sebagai pendidik merupakan pilihan yang tidak hanya mengantarkan kita pada
profesi dunia melainkan juga profesi akhirat. Berlatarbelakang hal itulah yang
membuat saya tergerak untuk memilih profesi sebagai guru.
Guru
bukan hanya sekedar menyampaikan ilmu, tapi dari gurulah karakter bangsa ini
dapat dibangun. Guru yang hebat adalah guru yang dapat menyampaikan materi dan
guru yang dapat mendidik peserta didiknya dengan hati ikhlas, sehingga
terbentuklah anak-anak bangsa yang cinta akan tanah airnya. Menjadi guru yang
hebat bukan perkara mudah, butuh pengorbanan, keikhlasan dan pengabdian yang
tidak memandang di mana kita mendidik. Bukan berkeinginan menjadi seorang guru
yang hebat, tetapi mendapatkan pengalaman baru. Itulah alasan pertama yang ada
dalam benak saya saat memutuskan mengikuti program SM-3T. Pengalaman yang kelak akan menjadi
bekal saya untuk mencintai profesi ini. Profesi yang bisa saya tekuni bukan
hanya sekedar untuk diri saya pribadi tapi untuk banyak orang.
Sarjana
Mendidik di daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal atau yang sering disebut SM-3T merupakan program dari pemerintah,
dimana para sarjana pendidikan dikirim keseluruh pelosok negeri untuk mencukupi
keterbatasan guru selama 1 tahun. Awal mulanya tidak terpikir dalam diri saya
mengikuti program ini. Hingga pada suatu ketika terlintas dalam pikiran saya
apabila saya ingin menjadi seorang pendidik saya ingin mengabdikan diri saya
untuk anak-anak di pelosok negeri ini. Hal itulah yang melatarbelakangi diri
saya mengikuti program ini. Melalui program ini saya tahu bahwa negeri ini luas
tetapi ketimpangan di negeri ini juga nyata adanya, terutama didunia
pendidikan.
Ditempatkan
disalahsatu kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat, yaitu Kabupaten Bengkayang
memberi pengalaman berharga bagi diri saya pribadi. Kabupaten Bengkayang
merupakan kabupaten pemekaran dari Kabupaten Sambas sejak tahun 1999. Kabupaten
baru yang mempunyai potensi alam melimpah, seperti emas, karet, sawit dan lada.
Kabupaten yang terbagi menjadi 17 kecamatan dan kabupaten yang berbatasan
langsung dengan negara tetangga yaitu Malaysia. Bengkayang memberi cerita
tersendiri bagi diri saya selama satu tahun ini. Pengalaman selama 1 tahun di
Bengkayang tidak hanya memberi cerita ketika mengabdi sebagai seorang guru,
melainkan banyak pengalaman lain yang saya dapatkan.
Pengalaman-pengalaman
ini saya dapatkan ketika saya ditempatkan di Kecamatan Suti Semarang, Kabupaten
Bengkayang. Kecamatan Suti Semarang merupakan kecamatan pemekaran dari
Kecamatan Ledo. Kecamatan yang masuk zona terpencil setelah Kecamatan Siding,
karena akses jalan menuju Kecamatan Suti Semarang sangatlah sulit. Akses menuju
kecamatan ini sebenarnya dapat dilalui dengan dua jalur, yaitu melalui jalur
darat dan jalur air. Jalur darat menjadi alternatif baik apabila hari tidak
hujan, sedangkan saat hujan akan lebih baik melewati jalur air atau sungai
saja.
Kecamatan
Suti Semarang sebenarnya kecamatan yang mempunyai penghasilan tinggi, karena
rata-rata penduduknya bermata pencaharian sebagai petani sahang (lada) dan mereka juga noreh
(menyadap getah karet). Jadi bisa dibayangkan saja berapa banyak penghasilan
yang didapat ketika panen tiba, jika satu kilogram sahang saja terkadang harga jualnya antara Rp 60.000,- sampai Rp
170.000,-. Sedangkan untuk satu kilogram karet yang sudah siap dijual perkiraan
harga jualnya antara Rp 7.000,- sampai Rp 10.000,-. Masyarakat kecamatan Suti
Semarang sebenarnya tidak bisa dikatakan ketertinggalan dalam perkembangan
zaman, karena rata-rata mereka juga mengikuti perkembangan zaman.
Hal
yang sulit selama tinggal di Kecamatan Suti Semarang, sebenarnya akses jalan
yang benar-benar sulit dilalui apabila hari hujan. Jalan tanah yang naik turun
diserati lumpur, membuat jalan begitu licin dan tak jarang kami harus jatuh
dari motor berkali-kali. Selain akses jalan yang sulit, kami yang tinggal di
Kecamatan Suti Semarang harus merasakan listrik 12 jam saja. Bahkan tidak semua
desa bisa merasakan listrik di kecamatan ini, hanya ada empat desa saja yang
dapat merasakan listrik. Sedangkan desa-desa lain di kecamatan ini belum mampu
menggunakan listrik, mereka masih mengunakan genset untuk menerangi rumah mereka. Keterbatasan aliran listrik di
kecamatan ini, tidak lain dan tidak bukan karena listrik yang digunakan hanya
memanfaatkan Pembangkit Listrik Tenaga Disel (PLTD). PLTD ini belum mampu
mengaliri listrik secara merata di Kecamatan Suti Semarang.
Di
tengah keterbatasan yang ada ditempat penugasan, setidaknya kami atau lebih
tepatnya saya masih sangat bersyukur. Setidaknya saya masih bisa merasakan
aliran listrik, walau hanya 12 jam saja. Alhamdulilah saya juga tidak kesulitan
untuk mendapatkan signal telepon,
sehingga kesulitan-kesulitan yang saya hadapi di daerah penugasan masih bisa
saya bagi dengan orang-orang terdekat saya. Di tengah keberuntungan tersebut
pastinya ada rintangan lain yang mengiringi pengabdian saya di Bumi Sebalo,
ketika aliran air sedang tidak bersahabat dengan kami maka tidak jarang saya
harus mandi ataupun melakukan aktifitas mencuci di sungai. Hal itu bukanlah
rintangan yang harus dihindari melainkan harus dihadapi dengan perasaan
bahagia, karena setidaknya dengan berbagai pengalaman ini membuat saya menjadi
lebih bersyukur.
Ditempatkan
di Kecamatan Suti Semarang memberi pengalaman luar biasa bagi diri saya
pribadi. Mengabdi di tempat yang bisa dikatakan terpencil memberi saya banyak
pelajaran, tapi satu hal yang pasti semua itu dapat dilalui hanya dengan satu
kata yaitu bersyukur. Bersyukur ditempatkan di Kecamatan Suti Semarang,
bersyukur bertemu dengan masyarakat lokal yang ramah dan bersyukur dapat
mendidik anak-anak Kecamatan Suti Semarang walau hanya satu tahun.
Berbicara
anak-anak Suti Semarang, maka kita juga akan berbicara tentang pendidikan
mereka. Kecamatan Suti Semarang memiliki beberapa Sekolah Dasar, 3 Sekolah
Menengah Pertama dan 1 Sekolah Menengah Atas. Saya mendapat kesempatan mendidik
anak-anak di SMA N 1 Suti Semarang. Anak-anak ini rata-rata berasal dari
Kecamatan Suti Semarang, tetapi ada beberapa dari mereka yang berasal dari
Kabupaten Landak. Sebenarnya Kecamatan Suti Semarang, merupakan kecamatan yang
berbatasan langsung dengan Kabupaten Landak, sehingga beberapa orang siswa di
SMA N 1 Suti Semarang adalah anak-anak dari Landak. Tak jarang dari mereka
harus berjalan berkilo-kilo untuk sampai ke sekolah, mereka berangkat dari
rumah pukul 05.00 dan sampai disekolah pukul 07.30. Perjuangan anak-anak ini
untuk pergi kesekolah tidaklah mudah, karena mereka harus melewati jalan yang
benar-benar rusak. Selepas sekolah mereka juga harus bekerja, karena rata-rata
dari mereka membiayai sekolah mereka sendiri.
Semangat
belajar yang ditunjukkan oleh anak-anak ini begitu luar biasa, tidak jarang
dari mereka yang tidak berangkat satu hari hanya untuk mencari uang. Uang itu
mereka gunakan untuk membayar kebutuhan sekolah yang mereka perlukan.
Keterbatasan fasilitas sekolah juga menjadi beban tersendiri bagi mereka. Akan
tetapi, di tengah keterbatasan itu tidak menyurutkan semangat belajar mereka.
Jika hari hujan atau jalan becek mereka masih tetap berusaha berangkat sekolah,
meskipun saat berangkat mereka menggunakan baju biasa dan ketika sampai di
sekolah mereka kemudian ganti baju seragam sekolah. Menyampaikan ilmu kepada
mereka membutuhkan kesabaran dan ketulusan, karena mereka bukanlah anak-anak
kota yang siap menerima pelajaran dengan begitu banyaknya materi. Materi-materi
yang
disampaikan kepada mereka harus sedikit demi sedikit, hal ini dikarenakan
adanya keterbatasan fasilitas dan daya tangkap mereka yang terbatas. Adanya
keterbatasan dari mereka, memberi energi tersendiri bagi kami bahwa mereka
butuh bimbingan dan betapa bahagianya bagi kami bisa membimbing mereka.
Walaupun kami terutama saya belum bisa dikatakan pendidik bagi mereka, tapi
setidaknya saya dapat memberikan ilmu yang saya miliki untuk mereka. Mereka
gunakan ataupun tidak, namun setidaknya dari ilmu-ilmu yang kami sampaikan
kepada mereka memberi gambaran pada mereka bahwa negeri ini butuh mereka.

Satu
tahun berada di tempat ini memberikan saya banyak pengalaman yang sulit
diungkapkan. Merasa beruntung ditugaskan di sini dan bertemu dengan orang-orang
hebat yang mampu bertahan dalam kondisi sesulit itu. Bahkan dengan canda tawa,
mereka mengajak kami untuk mencari sayur di hutan, belajar bersama dan bermain
ke sungai. Tidak jarang mereka mengajak kami untuk nyantuk durian (menunggu durian jatuh) ketika musim durian tiba.
Ketika tidak ada lauk untuk makan, tidak jarang kami pergi ke sungai untuk memancing
dan mencari tengkuyung (hewan sungai
yang enak dimakan). Makanan-makanan yang kami konsumsi rata-rata mencari dan
bukan beli. Itulah yang membuat kami merasakan bahwa sebenarnya alam ini telah
menyediakan sumber makanan bagi manusianya, tinggal bagaimana manusia itu mau
berusaha atau tidak. Pengalaman-pengalaman yang mereka bagi kepada kami
merupakan pengalaman yang sulit kami dapatkan. Suti Semarang bukan hanya sebuah
kecamatan, tapi Suti Semarang adalah kenangan indah bagi saya.
Suti
Semarang memang kecamatan terpencil di Kabupaten Bengkayang, tetapi dari Suti
Semarang saya belajar arti bersyukur, menghargai, mandiri, kesabaran,
keikhlasan serta ketulusan. Lewat Suti Semaranglah saya akan belajar menghargai
profesi ini, bahkan mencintai profesi ini. Sejatinya profesi yang paling mulia
di dunia ini adalah profesi sebagai pendidik atau yang sering disebut guru.
Semua profesi yang ada di dunia ini tidak akan lepas dari bimbingan seorang
guru. Gurulah yang pertama kali mengenalkan kita akan huruf-huruf abjad diwaktu
Taman Kanak-Kanak, dan gurulah yang menjadikan seorang dokter mendapatkan gelar
dokter. Di Kecamatan Suti Semarang saya belajar arti sebuah ketulusan seorang
guru kepada muridnya, dan kasih sayang seorang murid kepada gurunya.(oleh
Nur Aini Hanifatun, S.Pd.)