Sunday, March 10, 2019

Pengalamanku Mengabdi di Daerah 3T


Tidak terasa satu tahun berlalu dengan begitu cepatnya. Kalimantan. Ya, di sanalah saya menghabiskan masa pengabdian selama satu tahun itu. Kalimantan yang kata orang menakutkan, dikarenakan dulunya orang Kalimantan pernah memakan manusia. Namun, dengan adanya cibiran dari orang tersebut tidak menyurutkan hati ini untuk mengabdikan diri di daerah itu.
            SD Negeri 02 Abah merupakan tempat pengabdian saya. Suka dan duka dirasakan di sana. Suka ketika bisa memberikan ilmu kepada anak-anak di daerah pedalaman dan bisa mengetahui adat istiadat masyarakat setempat. Duka, ketika saya harus jauh dari keluarga dan harus tetap bersabar dalam menghadapi cobaan hari demi hari.
Banyak pengalaman hidup yang diperoleh dari Tanah Borneo ini, baik dari sisi siswa itu sendiri maupun masyarakat setempat. Menempuh waktu 5-10 menit menuju sekolah itu sudah biasa. Tetapi, pernahkan Anda membayangkan jika ada sekolompok anak-anak sekolah khususnya anak Sekolah Dasar (SD) berjalan dari rumah ke sekolah dengan menempuh waktu 2 jam? Hanya di pedalaman Kalimantan inilah hal ini terjadi. Akses jalan di daerah pedalaman Kalimantan belum memadai. Jalan penghubung antara satu desa ke desa lain masih berupa tanah liat. Jadi, bisa dibayangkan seandainya musim hujan tiba maka jalanan menjadi licin. Kepanasan, kedinginan, kehausan dan kelaparan sudah biasa mereka rasakan selama di perjalanan. Namun hal ini tidak mematahkan semangat mereka untuk bersekolah demi meraih kesuksesan di kemudian hari.


            Hidup di tanah Jawa bagaikan hidup di surga. Mengapa tidak, Pulau Jawa dengan segala fasilitas yang memadai, salah satunya yaitu mengenai penerangan/listrik. Ya, listrik inilah sesuatu yang sangat mereka rindukan keberadaannya di tengah-tengah kehidupan mereka. Indonesia merdeka sudah 72 tahun. Namun, masih kita jumpai di daerah pedalaman seperti ini belum terjangkau listrik. Mereka adalah Warga Negara Indonesia (WNI). Mereka tentunya mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan apa yang sebenarnya mereka dapatkan. Antusias belajar siswa-siswi SD Negeri 02 Abah sangat tinggi. Pagi bersekolah, malam harinya mereka gunakan untuk belajar. Setiap malam mereka datang ke rumah saya dan kebetulan tempat tinggal saya berada di sekolah, maka mereka diizinkan belajar di rumah saya. Dengan bekal pelita dan senter seadanya, kegiatan belajarpun dapat berjalan dengan lancar.
            Sebagian besar masyarakat setempat bermatapencaharian sebagai petani. Sama seperti petani lainnya, merekapun menanam padi dan sayur mayur. Tanah Kalimantan yang sangat luas dan subur mendorong mereka untuk berkebun dan berladang. Hasil perkebunan yang sangat menjanjikan yaitu sahang/merica. Harga jual, pada bulan Juli 2017 mencapai Rp 75.000/kg. Bahkan di tahun sebelumnya, sahang bisa mencapai 150.000/kg. Karena kondisi masyarakat sebagai petani inilah membuat kampung menjadi sepi. Mereka pergi ke ladang pukul 07.00 dan pulang pukul 16.00. Sehingga tidak heran apabila setelah pulang sekolah, anak-anak disuruh kerja rumah, seperti mencuci piring, mencuci baju, mengambil air, mengasuh adiknya, menyapu, dan mengepel lantai untuk membantu meringankan pekerjaan orang tuanya. Namun, mereka tidak mengeluh dan menyerah dalam menerima tugas dari orang tua mereka.
            Peristiwa demi peristiwa membuatku semakin dewasa. Betapa berat dan susah hidup di daerah pedalaman dengan segala keterbatasan, baik listrik, signal maupun air. Terima kasih murid-murid, berkat kalian ibu diajarkan arti perjuangan dan bersabar. Ibu yakin suatu saat nanti kalian pasti bisa meraih kesuksesan.
            Mengabdi di daerah pedalaman dengan berbagai macam perbedaan merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi saya. Mulai dari perbedaan agama, suku, maupun bahasa. Sebagian besar masyarakat menganut agama Kristen, bersuku Dayak, dan menggunakan bahasa Dayak Bakati. Mengabdi di lingkungan yang berbeda inilah salah satu pengalaman sekali dalam seumur hidup dan tidak semua orang bisa merasakan pengalaman langka ini.
            Sampai saat ini, masyarakat setempat masih menjunjung tinggi adat istiadat. Pernah suatu ketika saya diundang oleh masyarakat untuk merayakan acara Tahun Baru Padi. Tahun Baru Padi merupakan sebuah acara sebagai wujud rasa syukur masyarakat Dayak atas hasil panen padi. Jadi, tuan rumah yang panen tersebut menyuguhkan berbagai macam olahan hasil panen, seperti lemang (makanan berbahan dasar beras ketan), kue kembang goyang (berbahan dasar tepung terigu), doko-doko, dan lain-lain. Uniknya, tuan rumah memberikan oleh-oleh kepada setiap tamu yang datang ke rumahnya berupa beras kampung. Hal ini bertujuan agar tamu sama-sama merasakan beras kampung hasil panennya. Dan hal ini juga menghindari kata “kemponan”. Kemponan merupakan istilah dari suku Dayak yang berarti keinginan. Apabila seseorang merasa kemponan tetapi tidak terwujud, niscaya orang itu sendiri akan mendapatkan celaka. Lain daerah, lain juga adat dan kebiasaannya. Kita sadari bahwa di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Ya, artinya bahwa kita harus bisa menerima dan menghargainya.
            Perbedaan yang ada di Indonesia jangan dijadikan sebagai memecah belah Indonesia, tetapi jadikanlah perbedaan ini sebagai alat untuk mempersatukan Indonesia. Karena Indonesia tanpa perbedaan bagaikan sayur tanpa garam, hambar rasanya. Perbedaan yang sangat mencolok yaitu ketika masyarakat mengadakan acara pesta, baik pesta khitanan, pernikahan, maupun syukuran. Pesta di sini artinya hajatan. Pernah waktu itu saya diundang oleh masyarakat untuk menghadiri acara pesta khitanan. Uniknya untuk masyarakat Dayak itu sendiri, acara pesta khitanan ini bisa dirayakan sebelum anak itu dikhitan. Jadi, selama pesta belangsung, tuan rumah mengundang masyarakat di desanya untuk makan sebanyak 3 x sehari, yaitu pagi, siang dan sore. Hal ini berlangsung kurang lebih sampai 2 hari berturut-turut. Satu lagi yang unik dari setiap acara pesta dari suku Dayak ialah tuan rumah menyediakan “Gador”. Gador merupakan daging babi yang dipotong kecil-kecil dan dibagikan kepada para tamu undangan. Barang siapa yang menyumbangkan uang paling besar, maka dia akan mendapatkan Gador I, berupa kepala babi.
            Bersyukur saya bisa mengetahui dan mengenal adat istiadat dari berbagai macam suku yang ada di Indonesia. Saya sangat bangga bisa mengikuti program SM-3T (Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) dari Kemendikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan). Terima kasih Kemendikbud, sudah mempercayakan saya untuk mencerdaskan anak Indonesia, khususnya di pelosok negeri.(oleh Suprihatin, S.Pd.)


No comments:

Post a Comment

Merdeka Belajar

 Merdeka Belajar Kebebasan setiap individu atas hak-haknya tanpa melanggar atau mengambil hak kebebasan individu lain-Ki HadjarDewantara Leb...