Waktu
itu adalah kali pertama untuk saya menginjakan kaki di tanah
Borneo. Bukan dalam rangka berlibur
namun
untuk sebuah
tugas pengabdian. Singkat cerita, keesokan harinya akhirnya sampailah saya di daerah penugasan, Kabupaten
Bengkayang. Tidak banyak cerita dari kabupaten ini yang saya ketahui. Tapi
tugas tetap tugas dan harus tetap dijalani apapun yang akan dihadapi dan saya
meyakini ini adalah keputusan yang sudah saya ambil dan pilihan terbaik untuk
saya secara pribadi.
Oh
ya, sebelumnya bolehlah saya
memperkenalkan diri, Achmad Rifqirridho Azzaky sebuah nama yang diberikan oleh orang tua saya sejak
saya lahir,
bagi sebagian orang mungkin nama saya sedikit susah tapi saya
biasa disapa Ridho. Saya berasal dari Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, bukan daerah perkotaan
memang tapi sangat nyaman untuk ditinggali. Saya mendapat tugas pengabdian
Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM-3T) di salah
satu kabupaten di Kalimantan Barat tepatnya di Kabupaten Bengkayang. Saya
ditempatkan di Kecamatan Lembah Bawang, yakni di SMP Negeri 2 Lembah Bawang. Kebetulan saya sendiri yang ditempatkan di sekolah ini, yang
terdekat dengan kawan sesama guru
SM-3T ada
di TK Negeri Pembina Lembah Bawang yang letaknya tidak begitu jauh.
Saya
ditempatkan di kecamatan Lembah Bawang ini bersama dengan empat rekan saya, yang kesemuanya bertugas di sekolah-sekolah yang berbeda.
Mereka semua berempat yakni Agustinus
L.T Jemparut biasa dipanggil Tinus atau Tyno, dia berasal dari Labuan Bajo,
Nusa Tenggara Timur dan dia ditempatkan di SMP Negeri 3 Lembah Bawang, Alfiana
Rinawati biasa dipanggil Alfi, dia berasal dari Bantul, Daerah Istimewa
Yogyakarta, dia ditempatkan di TK Negeri Pembina Lembah Bawang, Nining Lisnawati
biasa dipanggil Nining, dia berasal dari Magetan Jawa Timur, dia ditempatkan di
SMA Negeri 1 Lembah Bawang, dan yang terakhir Febriana Nurrokhmah biasa
dipanggil Febri dia ditempatkan bersama Nining di SMA Negeri 1 Lembah Bawang.
Singkat
cerita, saya dan rekan-rekan sampai di daerah penempatan pada hari Rabu, 7
September 2016. Kita sudah membuat janji untuk bertemu ketika sudah sampai,
karena kita berangkat ke daerah tidak bersama. Betapa bingung kita ketika ingin
menghubungi satu sama lain, jaringan selular pun tidak ada. Akhirnya saya mengajak
beberapa murid untuk mengantar di daerah Kecamatan dan syukurnya bertemu dengan
kawan, kecuali Tyno yang masih di kota bersama Kepala Sekolahnya. Tak terasa
malam pun tiba, kita masih di SMA, karena kita sudah memutuskan untuk tinggal
bersama, dan keputusannya yang terletak di tengah yaitu di SMA Negeri 1 Lembah
Bawang. Di sini ada ruang yang bisa dipakai untuk menjadi tempat tinggal dan
sudah diizinkan oleh Kepala SMA.
Di
sini listrik ada meski menggunakan tenaga surya, sinyal ada karena letak daerahnya cukup tinggi,
tetapi air susah didapat, karena tempatnya di atas, sedangkan air di bagian bawah dan harus turun
jika akan mengambil
air untuk keperluan sehari-hari.
Jangan bayangkan ada tangga, yang ada justru tanjakan curam dan masih berbalut tanah kuning yang
jika kena air sangatlah licin. Tapi lupakan itu terlebih dahulu, malam pertama
ini kami masih berempat, listrik belum sampai atas, akhirnya kita diajak untuk
mandi dan menginap di tempat guru SMA yang berada di sekitar sekolah.
Pagi
pun tiba, belum ada aktivitas, masih merancang apa yang akan kami lakukan, berangkat ke sekolah juga belum karena
kami masah dalam tahap adaptasi. Akhirnya kami pun berkumpul berlima. Kami
merancang apa yang akan kita beli untuk hidup satu tahun ke depan secara
bersama. Yang paling utama adalah kendaraan, kami perlu untuk pergi menuju ke
sekolah penugasan. Kami pun langsung berusaha beradaptasi secepat mungkin
dengan lingkungan sekitar. Waktu dengan cepat berlalu, kami sudah harus menjalani
kewajiban kami di sekolah, hari Sabtu saya bersama rekan saya, Alfi, kali
pertama ke sekolah untuk mengajar, kami disuguhi alam yang
luar biasa, kami melewati jalan setapak di tengah hutan menggunakan sepeda
motor, karena jarak dari tempat tinggal menuju ke sekolah sekitar 8km, tapi
ketika bersimpangan dengan motor lain harus bergantian karena jalan yang begitu
sempit dan tidak mulus pastinya, ada jalan berbatunya, ada tanah datarnya, ada
juga tanah yang berkubang air, ada tanjakan dan turunan yang terjal, dan ada
juga jembatan yang hanya dengan kayu satu papan saja. Itu keadaan nyata dan
satu-satunya jalan menuju sekolah dan harus kami jalani, saya bersyukur karena
masih ada rekan yang berdekatan penempatannya, jadi ketika di jalan kami selalu
bercerita atau membicarakan apapun agar waktu di jalan tidak terasa.
Tidak
terasa waktu berjalan begitu cepat dan sudah satu bulan, pada saat itu ada
pelebaran jalan dimana jalan yang setiap hari saya lewati untuk ke sekolah.
Dalam hati merasa senang bakal nyaman jalannya, bakal lebih cepat waktu tempuh
untuk kesana. Pelebaran jalan itu pun dimulai, dengan berdatangannya alat-alat
berat dan mobil pembawa batu dan pasir untuk pengerasan jalan. Pelebaran ini
kira-kira akan berlangsung dua bulan lamanya. Suatu hari setelah pelebaran,
turun hujan di pagi hari yang tidak terlalu deras. Sempat muncul keraguan untuk
berangkat ke sekolah, tetapi kami merasa berdosa ketika hanya di tempat tinggal
dengan santai. Kami putuskan untuk berangkat ketika hujan mulai reda, berbekal
sepatu boot pemberian dari Pemerintah kami berangkat. Sampai di seperempat
jalan, mulai terasa medan yang kami lewati, jalan yang sehari sebelumnya baru
saja ditimbun tanah dan pagi harinya di guyur hujan terasa berat dan sangat
licin untuk dilewati. Bukan tanah merah seperti kondisi tanah di tempat kami
tinggal, tapi tanah putih yang begitu licin dan sangat mudah menempel di roda
sepeda motor dan sangat susah untuk dilepaskan. Hal yang terjadi adalah roda
sepeda motor kami tidak bisa bergerak, karena penuh dengan tanah yang menempel
di roda sepeda motor dan bagian lainnya. Akhirnya kami putuskan untuk mendorong
motor dengan kondisi roda yang tidak dapat berputar, mungkin lebih tepatnya
menyeret sepeda motor kami. Di depan ada jembatan dan berjarak kurang lebih 200
meter dari kondisi kami terjebak. Tetapi jarak itu sudah cukup membuat tenaga
kami habis untuk "mendorong" sepeda motor dengan kondisi roda yang
tidak dapat berputar. Sesampainya di jembatan, kami langsung berusaha untuk
membersihkan tanah yang menempel dengan harapan roda sepeda motor kami dapat
berputar kembali karena jam sudah hampir menunjukan jam 8. Kami sudah kehabisan
akal bagaimana cara membersihkan tanah itu, dengan sisa tenaga kami akhirnya
roda sepeda motor kami dapat berputar kembali meski tidak semua tanah yang
menempel dapat dibersihkan. Tetapi sudah cukup untuk bergerak kembali agar kami bisa melanjutkan perjalanan menuju ke sekolah. Akhirnya kami
sampai di sekolah meski jam sudah menunjukan hampir di angka 9 dan waktunya
hampir istirahat dan rekan saya yang bertugas di TK sudah hampir selesai jam
belajarnya.
Dua
bulan sudah berjalan, dengan keadaan yang bisa dibilang susah karena kami
tinggal di daerah atas
yang susah akan air dan tidak punya tetangga rumah, akhirnya memasuki bulan
ketiga kami memutuskan untuk pindah tempat tinggal. Kami dibagi dua, saya dan
rekan yang bertugas di TK tinggal di rumah milik rekan guru di desa sekolah
kami berada, sedangkan yang bertiga tinggal di rumah rekan guru yang bertugas
di SMP Negeri 3 Lembah Bawang. Kondisi di tempat tinggal yang baru, terdapat
sumber air yaitu sumur jadi lebih mudah, tetapi untuk listrik belum sampai di
desa ini. Sumber penerangannya yaitu berasal dari mesin. Tetapi tempat tinggal
kami tidak memiliki. Satu-satunya
dari lampu yang kami sambungkan dengan Power Bank yang setiap tiga hari kami
titipkan untuk diisi ulang di tempat rekan guru yang memiliki mesin. Kehidupan
seperti itu kami jalani sampai empat bulan.
Ketika
memasuki bulan maret, ada pergantian struktur di kecamatan, yaitu pergantian
Camat. Setelah Camat baru sudah bertugas, kami berlima diundang untuk hadir di
kantor kecamatan. Kami diminta untuk menempati rumah dinas Camat. Dalam hati
kami, kami ingin menolak karena kami sudah merasa nyaman dengan kondisi yang sudah
kami jalani. Tetapi kami tidak bisa menolak, itu permintaan atau bahkan bisa
dikatakan perintah dari kecamatan. Akhirnya kami berlima berkumpul lagi dan
tinggal bersama di rumah dinas Camat. Selama kami tinggal di sana, kami pun sangat merasa nyaman. Kami merasa di
rumah kami sendiri atau seperti saat kami menimba ilmu di Perguruan Tinggi
dengan fasilitas yang diberikan. Kami merasa tidak seperti SM-3T, kenapa bisa
seperti itu, karena kami tinggal di rumah dinas Camat yang pastinya bertembok,
rumah yang luas, listrik yang lancar, air yang ada setiap waktu, ditambah
tempat tidur berbahan busa
dan bahkan spring bed, dan adanya televisi sebagai hiburan kami. Dengan
fasilitas itu kami sangat merasa nyaman dan betah untuk di rumah, tetapi kami
juga masih menyeimbangi dengan ikut bersosialisasi dengan masyarakat sekitar,
kadang kala kami yang berkunjung, kadang pula masyarakat yang mengunjungi kami.
Di rumah dinas Camat itu kami tinggal sampai kami selesai menjalani tugas
pengabdian di sekolah masing-masing khususnya kecamatan Lembah Bawang.
Kegiatan-kegiatan
yang saya ikuti selama penugasan, saya bagi menjadi dua. Pertama, program kerja
SM-3T Kabupaten Bengkayang, dan yang kedua kegiatan kemasyarakatan. Untuk
program kerja dari SM-3T Kabupaten Bengkayang itu adalah Sosialisasi dan Try
Out SBMPTN, pengumpulan donasi, dan Festival Pendidikan Kabupaten Bengkayang.
Sedangkan kegiatan kemasyarakatan mengikuti kegiatan yang ada di masyarakat,
termasuk kegiatan-kegiatan adat yang ada. Seperti, Tahun Baru Padi, kegiatan adat
ini sebagai rasa syukur dengan hasil panen yang didapat, kegiatan ini
dilaksanakan oleh masing-masing dusun dengan waktu yang berbeda. Kegiatan Naik
Dango, kegiatan ini sebagai puncak rangkaian kegiatan adat yang ada, istilah
lainnya yaitu Gawai Dayak. Kegiatan ini berisi lomba-lomba dan kegiatan adat
yang sudah langka, Sibo Sunsak, yaitu acara adat memanjat pinang tetapi dengan
cara terbalik (biasanya kaki di bawah kepala di atas, kegiatan ini dilakukan
secara terbalik, yaitu kaki di atas dan kepala di bawah). Kegiatan ini diikuti
oleh orang-orang pilihan yang sebelumnya sudah mengikuti ritual adat terlebih
dahulu.
Tempat
penempatan saya di Kecamatan Lembah Bawang, berada tepat di kaki Gunung Bawang. Sehingga
tempat ini pastinya kaya akan tempat yang bisa dijadikan sebagai objek wisata.
Alam di sini sangat masih terjaga kelestariannya, masih benar-benar hutan yang
lebat dan masih tumbuh pohon-pohon besar dan juga sumber mata air yang
membentuk air terjun yang indah. Hal
itu membuat
pemandangan di sini sangatlah indah dan memanjakan mata dan pastinya membuat
saya pribadi semakin nyaman, betah, dan membuat rindu ketika sudah kembali ke
rumah sendiri. Ditambah lagi keramahan orang-orang di sini, yang selalu menyapa
ketika berjumpa di jalan. Apalagi siswa-siswi atau anak sekolah dari TK sampai
SMA, setiap bertemu di manapun dan kapanpun selalu menyapa dengan ramah. Hal
itu yang membuat beda antara di lingkungan rumah saya (Pulau Jawa pada umumnya)
dengan suasana di daerah penempatan (Lembah Bawang khususnya). Hal itu pula
yang membuat saya merindukan suasana seperti ketika mengabdi di daerah tugas,
di daerah penempatan, daerah 3T.
Maju
Bersama Mencerdaskan Indonesia!
(by. Achmad
Rifqirridho Azzaky, S.Pd.)