Wednesday, December 26, 2018

Guru dan Pengabdian di Bumi Sebalo


      Waktu itu adalah kali pertama untuk saya menginjakan kaki di tanah Borneo. Bukan dalam rangka berlibur namun untuk sebuah tugas pengabdian. Singkat cerita, keesokan harinya akhirnya sampailah saya di daerah penugasan, Kabupaten Bengkayang. Tidak banyak cerita dari kabupaten ini yang saya ketahui. Tapi tugas tetap tugas dan harus tetap dijalani apapun yang akan dihadapi dan saya meyakini ini adalah keputusan yang sudah saya ambil dan pilihan terbaik untuk saya secara pribadi.
Oh ya, sebelumnya bolehlah saya memperkenalkan diri, Achmad Rifqirridho Azzaky sebuah nama yang diberikan oleh orang tua saya sejak saya lahir, bagi sebagian orang mungkin nama saya sedikit susah tapi saya biasa disapa Ridho. Saya berasal dari Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, bukan daerah perkotaan memang tapi sangat nyaman untuk ditinggali. Saya mendapat tugas pengabdian Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM-3T) di salah satu kabupaten di Kalimantan Barat tepatnya di Kabupaten Bengkayang. Saya ditempatkan di Kecamatan Lembah Bawang, yakni di SMP Negeri 2 Lembah Bawang. Kebetulan saya sendiri yang ditempatkan di sekolah ini, yang terdekat dengan kawan sesama guru SM-3T ada di TK Negeri Pembina Lembah Bawang yang letaknya tidak begitu jauh.
     Saya ditempatkan di kecamatan Lembah Bawang ini bersama dengan empat rekan saya, yang kesemuanya bertugas di sekolah-sekolah yang berbeda. Mereka semua berempat yakni Agustinus L.T Jemparut biasa dipanggil Tinus atau Tyno, dia berasal dari Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur dan dia ditempatkan di SMP Negeri 3 Lembah Bawang, Alfiana Rinawati biasa dipanggil Alfi, dia berasal dari Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, dia ditempatkan di TK Negeri Pembina Lembah Bawang, Nining Lisnawati biasa dipanggil Nining, dia berasal dari Magetan Jawa Timur, dia ditempatkan di SMA Negeri 1 Lembah Bawang, dan yang terakhir Febriana Nurrokhmah biasa dipanggil Febri dia ditempatkan bersama Nining di SMA Negeri 1 Lembah Bawang.
      Singkat cerita, saya dan rekan-rekan sampai di daerah penempatan pada hari Rabu, 7 September 2016. Kita sudah membuat janji untuk bertemu ketika sudah sampai, karena kita berangkat ke daerah tidak bersama. Betapa bingung kita ketika ingin menghubungi satu sama lain, jaringan selular pun tidak ada. Akhirnya saya mengajak beberapa murid untuk mengantar di daerah Kecamatan dan syukurnya bertemu dengan kawan, kecuali Tyno yang masih di kota bersama Kepala Sekolahnya. Tak terasa malam pun tiba, kita masih di SMA, karena kita sudah memutuskan untuk tinggal bersama, dan keputusannya yang terletak di tengah yaitu di SMA Negeri 1 Lembah Bawang. Di sini ada ruang yang bisa dipakai untuk menjadi tempat tinggal dan sudah diizinkan oleh Kepala SMA.
     Di sini listrik ada meski menggunakan tenaga surya, sinyal ada karena letak daerahnya cukup tinggi, tetapi air susah didapat, karena tempatnya di atas, sedangkan air di bagian bawah dan harus turun jika akan mengambil air untuk keperluan sehari-hari. Jangan bayangkan ada tangga, yang ada justru tanjakan curam dan masih berbalut tanah kuning yang jika kena air sangatlah licin. Tapi lupakan itu terlebih dahulu, malam pertama ini kami masih berempat, listrik belum sampai atas, akhirnya kita diajak untuk mandi dan menginap di tempat guru SMA yang berada di sekitar sekolah.
Pagi pun tiba, belum ada aktivitas, masih merancang apa yang akan kami lakukan, berangkat ke sekolah juga belum karena kami masah dalam tahap adaptasi. Akhirnya kami pun berkumpul berlima. Kami merancang apa yang akan kita beli untuk hidup satu tahun ke depan secara bersama. Yang paling utama adalah kendaraan, kami perlu untuk pergi menuju ke sekolah penugasan. Kami pun langsung berusaha beradaptasi secepat mungkin dengan lingkungan sekitar. Waktu dengan cepat berlalu, kami sudah harus menjalani kewajiban kami di sekolah, hari Sabtu saya bersama rekan saya, Alfi, kali pertama ke sekolah  untuk mengajar, kami disuguhi alam yang luar biasa, kami melewati jalan setapak di tengah hutan menggunakan sepeda motor, karena jarak dari tempat tinggal menuju ke sekolah sekitar 8km, tapi ketika bersimpangan dengan motor lain harus bergantian karena jalan yang begitu sempit dan tidak mulus pastinya, ada jalan berbatunya, ada tanah datarnya, ada juga tanah yang berkubang air, ada tanjakan dan turunan yang terjal, dan ada juga jembatan yang hanya dengan kayu satu papan saja. Itu keadaan nyata dan satu-satunya jalan menuju sekolah dan harus kami jalani, saya bersyukur karena masih ada rekan yang berdekatan penempatannya, jadi ketika di jalan kami selalu bercerita atau membicarakan apapun agar waktu di jalan tidak terasa.
      Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat dan sudah satu bulan, pada saat itu ada pelebaran jalan dimana jalan yang setiap hari saya lewati untuk ke sekolah. Dalam hati merasa senang bakal nyaman jalannya, bakal lebih cepat waktu tempuh untuk kesana. Pelebaran jalan itu pun dimulai, dengan berdatangannya alat-alat berat dan mobil pembawa batu dan pasir untuk pengerasan jalan. Pelebaran ini kira-kira akan berlangsung dua bulan lamanya. Suatu hari setelah pelebaran, turun hujan di pagi hari yang tidak terlalu deras. Sempat muncul keraguan untuk berangkat ke sekolah, tetapi kami merasa berdosa ketika hanya di tempat tinggal dengan santai. Kami putuskan untuk berangkat ketika hujan mulai reda, berbekal sepatu boot pemberian dari Pemerintah kami berangkat. Sampai di seperempat jalan, mulai terasa medan yang kami lewati, jalan yang sehari sebelumnya baru saja ditimbun tanah dan pagi harinya di guyur hujan terasa berat dan sangat licin untuk dilewati. Bukan tanah merah seperti kondisi tanah di tempat kami tinggal, tapi tanah putih yang begitu licin dan sangat mudah menempel di roda sepeda motor dan sangat susah untuk dilepaskan. Hal yang terjadi adalah roda sepeda motor kami tidak bisa bergerak, karena penuh dengan tanah yang menempel di roda sepeda motor dan bagian lainnya. Akhirnya kami putuskan untuk mendorong motor dengan kondisi roda yang tidak dapat berputar, mungkin lebih tepatnya menyeret sepeda motor kami. Di depan ada jembatan dan berjarak kurang lebih 200 meter dari kondisi kami terjebak. Tetapi jarak itu sudah cukup membuat tenaga kami habis untuk "mendorong" sepeda motor dengan kondisi roda yang tidak dapat berputar. Sesampainya di jembatan, kami langsung berusaha untuk membersihkan tanah yang menempel dengan harapan roda sepeda motor kami dapat berputar kembali karena jam sudah hampir menunjukan jam 8. Kami sudah kehabisan akal bagaimana cara membersihkan tanah itu, dengan sisa tenaga kami akhirnya roda sepeda motor kami dapat berputar kembali meski tidak semua tanah yang menempel dapat dibersihkan. Tetapi sudah cukup untuk bergerak kembali agar kami bisa melanjutkan perjalanan menuju ke sekolah. Akhirnya kami sampai di sekolah meski jam sudah menunjukan hampir di angka 9 dan waktunya hampir istirahat dan rekan saya yang bertugas di TK sudah hampir selesai jam belajarnya.
      Dua bulan sudah berjalan, dengan keadaan yang bisa dibilang susah karena kami tinggal di daerah atas yang susah akan air dan tidak punya tetangga rumah, akhirnya memasuki bulan ketiga kami memutuskan untuk pindah tempat tinggal. Kami dibagi dua, saya dan rekan yang bertugas di TK tinggal di rumah milik rekan guru di desa sekolah kami berada, sedangkan yang bertiga tinggal di rumah rekan guru yang bertugas di SMP Negeri 3 Lembah Bawang. Kondisi di tempat tinggal yang baru, terdapat sumber air yaitu sumur jadi lebih mudah, tetapi untuk listrik belum sampai di desa ini. Sumber penerangannya yaitu berasal dari mesin. Tetapi tempat tinggal kami tidak memiliki. Satu-satunya dari lampu yang kami sambungkan dengan Power Bank yang setiap tiga hari kami titipkan untuk diisi ulang di tempat rekan guru yang memiliki mesin. Kehidupan seperti itu kami jalani sampai empat bulan.
    Ketika memasuki bulan maret, ada pergantian struktur di kecamatan, yaitu pergantian Camat. Setelah Camat baru sudah bertugas, kami berlima diundang untuk hadir di kantor kecamatan. Kami diminta untuk menempati rumah dinas Camat. Dalam hati kami, kami ingin menolak karena kami sudah merasa nyaman dengan kondisi yang sudah kami jalani. Tetapi kami tidak bisa menolak, itu permintaan atau bahkan bisa dikatakan perintah dari kecamatan. Akhirnya kami berlima berkumpul lagi dan tinggal bersama di rumah dinas Camat. Selama kami tinggal di sana, kami pun sangat merasa nyaman. Kami merasa di rumah kami sendiri atau seperti saat kami menimba ilmu di Perguruan Tinggi dengan fasilitas yang diberikan. Kami merasa tidak seperti SM-3T, kenapa bisa seperti itu, karena kami tinggal di rumah dinas Camat yang pastinya bertembok, rumah yang luas, listrik yang lancar, air yang ada setiap waktu, ditambah tempat tidur berbahan busa dan bahkan spring bed, dan adanya televisi sebagai hiburan kami. Dengan fasilitas itu kami sangat merasa nyaman dan betah untuk di rumah, tetapi kami juga masih menyeimbangi dengan ikut bersosialisasi dengan masyarakat sekitar, kadang kala kami yang berkunjung, kadang pula masyarakat yang mengunjungi kami. Di rumah dinas Camat itu kami tinggal sampai kami selesai menjalani tugas pengabdian di sekolah masing-masing khususnya kecamatan Lembah Bawang.
      Kegiatan-kegiatan yang saya ikuti selama penugasan, saya bagi menjadi dua. Pertama, program kerja SM-3T Kabupaten Bengkayang, dan yang kedua kegiatan kemasyarakatan. Untuk program kerja dari SM-3T Kabupaten Bengkayang itu adalah Sosialisasi dan Try Out SBMPTN, pengumpulan donasi, dan Festival Pendidikan Kabupaten Bengkayang. Sedangkan kegiatan kemasyarakatan mengikuti kegiatan yang ada di masyarakat, termasuk kegiatan-kegiatan adat yang ada. Seperti, Tahun Baru Padi, kegiatan adat ini sebagai rasa syukur dengan hasil panen yang didapat, kegiatan ini dilaksanakan oleh masing-masing dusun dengan waktu yang berbeda. Kegiatan Naik Dango, kegiatan ini sebagai puncak rangkaian kegiatan adat yang ada, istilah lainnya yaitu Gawai Dayak. Kegiatan ini berisi lomba-lomba dan kegiatan adat yang sudah langka, Sibo Sunsak, yaitu acara adat memanjat pinang tetapi dengan cara terbalik (biasanya kaki di bawah kepala di atas, kegiatan ini dilakukan secara terbalik, yaitu kaki di atas dan kepala di bawah). Kegiatan ini diikuti oleh orang-orang pilihan yang sebelumnya sudah mengikuti ritual adat terlebih dahulu.
      Tempat penempatan saya di Kecamatan Lembah Bawang, berada tepat di kaki Gunung Bawang. Sehingga tempat ini pastinya kaya akan tempat yang bisa dijadikan sebagai objek wisata. Alam di sini sangat masih terjaga kelestariannya, masih benar-benar hutan yang lebat dan masih tumbuh pohon-pohon besar dan juga sumber mata air yang membentuk air terjun yang indah. Hal itu membuat pemandangan di sini sangatlah indah dan memanjakan mata dan pastinya membuat saya pribadi semakin nyaman, betah, dan membuat rindu ketika sudah kembali ke rumah sendiri. Ditambah lagi keramahan orang-orang di sini, yang selalu menyapa ketika berjumpa di jalan. Apalagi siswa-siswi atau anak sekolah dari TK sampai SMA, setiap bertemu di manapun dan kapanpun selalu menyapa dengan ramah. Hal itu yang membuat beda antara di lingkungan rumah saya (Pulau Jawa pada umumnya) dengan suasana di daerah penempatan (Lembah Bawang khususnya). Hal itu pula yang membuat saya merindukan suasana seperti ketika mengabdi di daerah tugas, di daerah penempatan, daerah 3T.
Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia!
(by.  Achmad Rifqirridho Azzaky, S.Pd.)

No comments:

Post a Comment

Merdeka Belajar

 Merdeka Belajar Kebebasan setiap individu atas hak-haknya tanpa melanggar atau mengambil hak kebebasan individu lain-Ki HadjarDewantara Leb...