Tuesday, February 19, 2019

Tamong Punya Cerita


Sebuah perjalanan yang sangat melelahkan, menguras tenaga dan pikiran. Tanggal 7 September 2016, sebuah cerita perjalanan hidup dimulai. Saat itu hari Rabu, pagi menuju siang, sebuah perjalanan awal saya menuju sebuah daerah antah berantah, yang pada saat itu saya juga susah menyebutkan nama daerahnya. Begitu banyak hal yang berkecamuk di pikiran saya saat itu, sehingga nama desa itupun susah rasanya saya ingat.
            Perjalanan dimulai dari rumah Bapak Kepala Sekolah, Bapak Epi Gunaepi, dengan mengendarai sepeda motor. Awalnya Pak Epi bertanya,Pak Hen, bisa naik motor?, langsung saya jawab,Bisa Pak.... Satu pertanyaan itu membuat saya makin bertanya-tanya dalam hati, Apa maksudnya ini?”. “Kalo hanya naik motor, emak-emak komplek aja bisa, wah ada yang nggak beres ini. Singkat cerita, perjalanan menuju sekolah dimulai dari Simpang Preges, dengan kondisi jalan aspal yang sudah mengelupas. Dilanjutkan dengan jalanan berbatu sekitar 2 km. Sepeda motor sudah bergetar memberontak, tetapi Pak Epi hanya mengatakan, Tidak apa, sudah biasa”.
            Jalan berbatu berganti dengan jalan tanah. Di area perkebunan sawit, jalanan mulai licin, karena semalam memang turun hujan, roda motor berbelok kesana kemari sulit dikendalikan. Tangan mulai terasa berat untuk mengendalikan kemudi, selang sekitar setengah jam lamanya sampailah di sebuah kampung, yakni Kampung Tadan. Di sini kami harus menyebrangi sungai dengan menggunakan jembatan titian satu batang kayu. Keadaan tersebut membuat nyali saya ciut, akhirnya Pak Epi yang menyebrangkan motor melewati jembatan satu batang itu.
            Lanjut bermotor, naik turun bukit, hingga sampai di sebuat bukit. Sekolahnya dimana Pak? Masih jauhkah?”, tanya saya pada Pak Epi. Endak, itu tu, di atas bukit itu jak, sahut Pak Epi”. “Alhamdulillah, akhirnya nak mau sampai jua di sekolah”,  batin saya. Rasa lega menyelimuti hati saya.
Sesampainya di Baloi, motor saya jatuh, dan saat itulah saya menyerah untuk membawanya. Kamipun memutuskan untuk beristirahat sejenak, dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Satu tanjakan saya lewati, sudah tidak kuat rasanya untuk berjalan, tenaga sudah habis.
            Capek kah Pak Hen?”, tanya Pak Epi,
            Iya Pak, capek sekali. Bapak tidak capek kah?”, tanya saya lagi.
            Tidak begitu, udah biasa”, jawab Pak Epi.
            Ndak usah dipikirkan, nikmati jaak, apa adanya”, kata Pak Epi memberi semangat.
            Hingga kini kata-kata itu saya pegang, dan memang terbukti ampuh. Satu tahun sudah terlewati, seperti tidak terasa lama, karena kita menikmati segala yang ada, baik itu senang, susah, sedih, capek, hingga sakit. Akhirnya selesai juga satu tahun pengabdian di Tamong, dengan perjalanan yang ekstrim, jalan tanah, berlumpur saat hujan, mendorong motor di jalan menanjak, terlewati juga. Jangan terlalu dipikirkan, nikmati saja apa yang ada. Itulah salah satu nilai yang saya dapat dalam pengabdian program SM-3T (Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) ini.
            Banyak cerita, suka maupun duka yang saya alami dalam pengabdian ini, salah satunya cerita komplotan Trio Error. Di mana anggotanya saya sendiri, Pak Epi selaku kepala sekolah yang berambut putih, dan Pak Jul yang merupakan suami salah seorang guru, orang kota yang nyasar menemani sang istri di pedalaman. Trio Error, selalu memecah keheningan dengan canda tawa yang tidak jelas, saling ejek, bertukar cerita lucu. Hampir semua dewan guru menjadi bahan olokan dari salah satu anggota Trio Error ini. Memang tidak sengaja dibentuk, tetapi mengalir apa adanya. Saling menghibur karena hiburan di sana memang tidak ada. Saling menguatkan, saling memotivasi agar kita tidak banyak memikirkan keadaan yang serba sulit dan terbatas di Tamong. Tamong, ya, Tamong adalah nama desa tersebut. Di mana di desa itu saya ditugaskan untuk mengabdi selama satu tahun.
            Satu tahun, memang waktu yang tidak begitu lama, namun terasa lama bagi kita yang ditugaskan di daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal). Banyak cerita haru, cerita lucu, cerita suka, maupun duka. Ada juga nilai-nilai kehidupan yang dapat saya petik dalam pelaksanaan program SM-3T di SD Negeri 03 Tamong ini. Salah satunya, tidak usah dipikirkan, nikmati saja yang ada. Selain itu, kebersamaan. Seperti apa yang dianut Pak Jul, susah senang sama-sama. Ya, itu yang sangat penting dalam kita berkawan, dan berkehidupan. Contohnya, kita bisa bersenang-senang, namun ketika susah, saat teman kesusahan mendorong motor yang selip di jalan berlumpur, ya kita sebagai teman harus ikut membantu. Teman ada kerja, kita bantu.

Susah senang sama-sama, angkat sama-sama  motor yang masuk lumpur





 Kebiasaan Pak Bos tukang selfie, anak buah angkat motor..ahahaha


            Itulah beberapa pengalaman saya, banyak nilai kehidupan yang saya dapatkan, saya belajar menjalani hidup sederhana, makan seadanya, sinyal susah, listrik hanya pada malam hari, itupun baru saja, selalu bersyukur dengan nikmat yang diberikan Tuhan. Banyak sekali dan mungkin jika saya tulis, satu artikel ini tidaklah cukup. Saling membantu, terus ikhlas menjalani hidup, tetap semangat, salam MBMI. Tamong Punya Cerita... (oleh Hendra Jati Puspita, S.Pd.)


No comments:

Post a Comment

Merdeka Belajar

 Merdeka Belajar Kebebasan setiap individu atas hak-haknya tanpa melanggar atau mengambil hak kebebasan individu lain-Ki HadjarDewantara Leb...