Program
SM-3T merupakan kependekan dari Sarjana Mendidik di daerah 3T (terdepan, terluar,
tertinggal), satu dari sekian program yang diselenggarakan pemerintah melalui Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan yang diperuntukkan bagi sarjana muda yang memiliki
kemauan dan kemampuan untuk mengajar di daerah 3T selama 1 tahun. Untuk
mengikuti program ini, salah satu syaratnya adalah sarjana S1 kependidikan yang
belum menikah dan bersedia tidak menikah selama melaksanakan kontrak SM-3T.
Setelah SM-3T akan dilanjutkan dengan Pendidikan Profesi Guru (PPG) selama 1
tahun dan selama Pendidikan Profesi Guru, peserta juga belum diperbolehkan
menikah. Sedangkan untuk lulusan Sarjana Pendidikan sekarang juga diwajibkan
melanjutkan Pendidikan Profesi dan saat saya lulus pendidikan profesi yang ada
hanyalah pendidikan profesi melalui SM-3T. Demikian sedikit informasi mengenai
SM-3T dan PPG.
Saya
mulai tertarik untuk mengikuti program SM-3T dan PPG sejak masih kuliah
semester 6, sampai-sampai di dinding kamar kos, saya tuliskan “Ikut SM3T” dalam
daftar target pencapaian saya. Alhamdulillah saya bisa lulus tepat waktu dan
sesuai target yang ingin saya capai. Saya wisuda bulan Mei 2016. Pada saat itu
sempat beredar wacana bahwa SM-3T tahun 2016 dihapuskan, kemudian ada wacana
lagi tetap diselenggarakan tetapi jumlah kuota dikurangi dari tahun sebelumnya.
Setelah menunggu dan menanti akhirnya terbit juga pengumuman pendaftaran SM-3T
yaitu pada Bulan Juni 2016. Sesuai yang sudah saya niatkan dan alhamdulillah
mendapatkan restu dari kedua orang tua serta keluarga. Saya mendaftar program
SM-3T dan harus melalui berbagai tes mulai dari seleksi administrasi secara online, tes TKD online di LPTK penyelenggara, tes wawancara dan mikro-teaching, serta prakondisi. Seleksi demi
seleksi alhamdulillah bisa saya lalui dengan lancar dan saya lolos untuk
mengikuti program SM-3T.
Sebelum
diberangkatkan ke daerah 3T, seluruh peserta SM3T diberikan pembekalan yang
dikenal dengan istilah prakondisi terlebih dahulu. Prakondisi dilaksanakan di
Akademi Angkatan Udara milik Lanud Adi Sucipto Yogyakarta selam 17 hari. Selama
17 hari kami ditempa oleh para pelatih yang merupakan TNI AU dan juga beberapa
dosen dari UNY. Selama prakondisi kami dibiasakan tanpa handphone dan uang, dilatih
harus disiplin, diberikan materi tentang bela negara, kebangsaan, cinta tanah
air, dan lain-lain. Kami juga diajarkan bagaimana caranya harus bertahan hidup
di hutan belantara dengan persediaan bahan pangan yang seadanya.
Sebelum
berangkat prakondisi kami sudah diberitahukan lokasi penempatan tugas
masing-masing. Saya ditempatkan di Provinsi Kalimantan Barat yaitu di Kabupaten
Bengkayang. Awalnya bertanya-tanya di mana itu, namanya saja baru sekali itu
mendengar. Kemudian saya mencari informasi terkait kabupaten Bengkayang dan
ternyata ada kakak tingkat sewaktu kuliah yang juga ditempatkan di Kabupaten
Bengkayang pada tahun sebelumnya. Belum sempat bertanya banyak, sudah harus
berangkat prakondisi, tetapi ketika prakondisi pun dari pihak panitia
mendatangkan kakak-kakak angkatan sebelumnya yang ditempatkan di kabupaten
Bengkayang.
Setelah
17 hari kami ditempa, kami diberikan waktu bertemu dengan keluarga selama
beberapa hari sampai akhirnya pada tangggal 5 September 2016 kami berangkat
menuju Kalimantan Barat. Sebelum pemberangkatan dilakukan pelepasan di UNY,
kemudian kami menuju Bandar Udara Adi Sucipto Yogyakarta. Dari Yogyakarta kami
transit terlebih dulu di Bandar Udara Soekarno Hatta Jakarta kemudian
melanjutkan penerbangan ke Bandar Udara Supadio Pontianak. Tiba di Pontianak
kurang lebih pukul 20.00 WIB. Kami singgah makan malam kemudian melanjutkan
perjalanan ke Dinas Pendidikan Kabupaten Bengkayang menggunakan bus yang sudah
disediakan oleh pihak Dinas. Perjalanan ke Bengkayang kurang lebih 5-6 jam.
Tiba di Dinas kami beristirahat di mess
Dinas Pendidikan untuk istirahat karena pagi harinya kami harus mengikuti acara
penerimaan dari Dinas Bengkayang dan juga serah terima kepada masing-masing
sekolah.
6 September 2016
Perjalanan
hidup di kalimantan dimulai dari sini. Saya mendapat penempatan di SMP Negeri 2
Seluas yang merupakan salah satu Sekolah Menengah di Kecamatan Seluas,
kecamatan yang tidak jauh dari Perbatasan Indonesia-Malaysia. Dari namanya, SMP
Negeri 2, saya pikir seperti SMP Negeri 2 di Jawa pada umumnya, masih terletak
paling tidak di ibukota kecamatan. Ternyata dugaan saya salah. Kebetulan kepala
SMP Negeri 2 Seluas saat penyerahan juga berhalangan hadir di Dinas Pendidikan.
Saya sudah berusaha menghubungi tetapi tidak juga kunjung ada jawaban, padahal
teman-teman lain sudah bertemu dengan kepala sekolahnya ataupun kepala UPT
Kecamatannya, sedangkan saya masih kebingungan harus kemana dan ikut siapa.
Pada akhirnya ada salah seorang kepala sekolah lain yang ternyata teman dekat
dari kepala SMP Negeri 2 Seluas, saya diminta ikut beliau dulu. Saya bersama
teman-teman diantarkan oleh kepala sekolah teman saya ke kecamatan Seluas. Saya
diantar ke rumah salah satu guru SMP Negeri 1 Seluas, yang kebetulan sudah
dianggap kakak oleh kepala sekolah saya. Bu Maya sudah menunggu dan langsung
menyambut saya untuk diajak ke rumahnya. Beliau sangat keibuan dan baik sekali
padahal baru pertama kali bertemu. Oh iya kepala sekolah saya bernama Bapak
Jura Gunawan, Pak Jura biasa orang memanggilnya. Pak Jura sudah menganggap Bu
Maya seperti kakaknya sendiri. Setelah beristirahat dan akhirnya bertemu dengan
Pak Jura di rumah Bu Maya, beliau menceritakan sedikit tentang SMP Negeri 2
Seluas. Ternyata lokasi sekolah masih lumayan jauh dari tempat Bu Maya tinggal
yang merupakan kota kecamatan, pantas saja ketika saya browsing di Google maupun Map
tidak menemukan informasi maupun letak SMP Negeri 2 Seluas di peta hehehe, ada
informasi tapi sedikit.
Perjalanan menuju Dusun Bumbung
SMP
Negeri 2 Seluas terletak di Dusun Bumbung, Desa Bengkawan, Kecamatan Seluas.
Dari kota kecamatan menuju Dusun Bumbung bisa menempuh 2 jalur, yaitu darat dan
air (sungai). Jalur darat ditempuh menggunakan sepeda motor selama kurang lebih
satu jam dengan medan jalan masih jalan tanah (kalau hujan becek, kalau kemarau
berdebu) dan berbatu, serta menyebrangi beberapa sungai kecil, ada satu sungai
terbesar yang harus menggunkan rakit untuk menyebranginya, sedangkan
sungai-sungai kecil hanya dihubungkan oleh satu batang kayu yang ditidurkan.
Jalur air harus menyusuri dan melawan arus Sungai Kumba menggunakan perahu
motor (orang setempat biasa menyebut motor air). Kalau menempuh jalur sungai
lebih lama yaitu kurang lebih 2 jam jika air sungai dalam (musim hujan) dan
bisa sampai 4 jam jika air sungai kering (musim kemarau) sambil mendorong
perahu (bayangkan jalan sambil dorong perahu, melawan arus lagi....sesuatu yang
penuh perjuangan banget, terlebih saya ndak bisa berenang hehehehe). Setelah
seminggu saya tinggal di rumah Bu Maya, tepatnya setelah lebaran Idul Adha saya
baru menuju Dusun Bumbung dikarenakan guru yang sedang berada di sekolah laki-laki
dan Pak Jura tidak tega kalau membiarkan saya berangkat sendiri. Akhirnya saya
berangkat setelah lebaran Idul Adha bersama dua guru perempuan. Kami berangkat
ke Bumbung naik perahu motor (motor air) bersama beberapa warga Bumbung yang
akan pulang. Waktu itu di sana masih musim kemarau dan air sungai dangkal
sehingga setengah perjalanan kami harus turun dari perahu dan membantu
pengemudi mendorong perahu sampai ke Bumbung.
Sesampainya
di Bumbung ternyata kedatangan kami sudah ditunggu siswa yang tinggal di
asrama. Mereka membantu saya membawa barang-barang dari seteher (pangkalan)
perahu motor menuju ke asrama guru yang satu lokasi dengan lingkungan sekolah.
Jalan yang harus ditempuh dari pangkalan perahu motor menuju sekolah kurang
lebih 15 menit jalan santai dengan satu tanjakan yang lumayan terjal. Saya
tinggal di salah satu rumah dinas guru bersama dua orang guru dan dua orang
siswa. Di sekolah, saya diterima dengan baik, malahan mereka sangat antusias
mengapa saya mau jauh-jauh dari Jawa mengajar di SMP Negeri 2 Seluas yang
terletak di Dusun Bumbung itu.
SMPN 2 Seluas
Siswa kelas VII, VIII, IX
Di
Dusun Bumbung belum ada listrik dari PLN sehingga penerangan masyarakat di sana
masih menggunakan pelita. Beberapa rumah yang memiliki mesin genset/diesel
sudah ada penerangan lampu dan bisa menonton televisi. Sedangkan di sekolah ada
juga genset milik sekolah, kami menyalakan genset jika ingin men-charge baterai laptop dan handphone. Jika tidak mendesak,
guru-guru sudah terbiasa tanpa lampu jadi tidak menghidupkan genset. Sinyal
hanya dapat ditemukan di titik-titik tertentu jika sudah berada di sekolah,
itupun handphone harus ditempelkan
pada salah satu sisi jendela di kantor. Jika ingin menikmati sinyal yang
sedikit lebih lancar untuk telepon dan akses internet harus berjalan naik bukit
terlebih dahulu. Awalnya sangat susah untuk menyesuaikan dengan keadaan seperti
itu, kalau sudah malam tiba harus terbiasa dengan gelap dan tanpa sinyal,
tetapi lama-kelamaan bisa juga menyesuaikan dengan keadaan dan bahkan mulai
terbiasa.
SMP
Negeri 2 Seluas memiliki kondisi gedung yang masih tergolong baik karena tahun
lalu mendapatkan bantuan rehab ruang kelas dan tambahan 2 ruangan yaitu untuk
laboratorium IPA dan ruang serba guna. Jumlah rombel yaitu 3 rombel dengan
keseluruhan jumlah siswa 45 anak. Alat peraga, media, dan buku pelajaran yang
sesuai masih sangat kurang sehingga mempengaruhi proses pembelajaran. Kondisi
siswa di sekolah sebagian besar sudah disiplin dan tertib karena mereka memang
dibiasakan dan dididik untuk disiplin terutama oleh kepala sekolah. Akan
tetapi, kesadaran dan motivasi siswa untuk belajar masih rendah. Selama saya
mengajar di sana beberapa siswa sering bolos sekolah bahkan ada yang berhenti
sekolah dikarenakan malas sekolah dan akhirnya memilih bekerja di Malaysia.
Pemahaman siswa di kelas ketika guru menjelaskan pun masih sangat kurang,
bahkan ada siswa yang belum lancar membaca bahasa Indonesia. Hal tersebut
disebabkan karena dalam keseharian mereka menggunakan bahasa daerahnya yaitu
bahasa Dayak sehingga kemampuan berbahasa Indonesianya masih rendah, bahkan di
kelas pun mereka menggunakan bahasa Dayak jika berkomunikasi dengan temannya.
Padahal sudah berulang kali diingatkan kalau di sekolah harus menggunakan
bahasa Indonesia. Pernah diterapkan peraturan bahwa yang menggunakan bahasa daerah
di sekolah akan dikenakan sanksi, yang ada malah sekolah sepi karena percakapan
mereka terbatas bahkan malah ada yang berbisik agar tidak kedengaran oleh guru
menggunakan bahasa Dayak.
Hampir
satu semester ditugaskan di sekolah, terjadi pergantian kepala sekolah dan di
SMP Negeri 2 Seluas hampir kurang lebih 2 bulan terjadi kekosongan kepala sekolah
sehingga wewenang diambil alih oleh wakil kepala sekolah. Awal semester genap
barulah ditunjuk dan dilantik kepala sekolah yang baru, yaitu Pak Patrisius
Didik Maryanto, yang sebelumnya menjabat sebagai wakil kepala sekolah. Walaupun
terjadi pergantian pemimpin, kegiatan belajar mengajar serta kegiatan sekolah
tetap berjalan seperti biasanya. SMP Negeri 2 Seluas juga mendapatkan mahasiswa
PPL dari IKIP Budi Utomo Malang. Dengan adanya mahasiswa PPL dan juga guru
SM3T, bisa memotivasi siswa untuk lebih giat lagi dalam belajar. Walalupun
secara umum, prestasi siswa masih tergolong menengah ke bawah jika dibandingkan
sekolah lain yang terletak di kota, tetapi siswa kami tidak takut untuk bersaing
dengan sekolah lain ketika ada kegiatan lomba seperti Olimpiade tingkat Sub
Rayon, OSN, O2SN, FLS2N, dan kegiatan lain di tingkat Sub Rayon maupun
kecamatan. Dalam OSN, salah satu siswa kami berhasil mendapatkan juara 3 untuk
Mapel IPA di tingkat Sub Rayon Seluas. Pada O2SN dan FLS2N siswa kami juga berpartisipasi dan
bahkan sangat antusias untuk megikuti walalupun belum beruntung dalam
perlombaan, tetapi mereka tidak menyesal ikut karena dengan mengikuti kegiatan
seperti itu mereka jadi bisa mengukur seberapa jauh kemampuan mereka dibanding
sekolah lain dan mereka juga medapat pengalaman serta pengajaran dari kegiatan
yang diikutinya.
Setelah
liburan semester I saya pindah ke rumah dinas SD yang kebetulan kosong dan
berada dekat dengan perkampungan. Saya tinggal di sana bersama dengan keluarga
kepala sekolah yang baru dan setelah tinggal di sana, saya malah merasa lebih
dekat dengan warga masyarakat karena sering berjumpa ketika berangkat dan
pulang sekolah, serta oleh keluarga kepala sekolah saya sudah dianggap seperti
anak mereka jadi kemana mereka pergi saya ikut serta sehingga membuat saya
justru kerap berkunjung ke rumah warga. Di Dusun Bumbung masih menjunjung
tinggi adat istiadat Dayak karena memang mayoritas warga terdiri dari Suku
Dayak yang beragama Kristen maupun Katholik. Bahasa sehari-hari yang digunakan
adalah bahasa Dayak dan Melayu walaupun mereka juga sudah mengenal Bahasa
Indonesia. Adat yang masih selalu dilakukan yaitu adat ketika panen padi tiba
yang dikenal dengan Adat Gawai. Ketika adat Gawai setiap rumah mengadakan
semacam Open House sehingga antar
warga saling mengunjungi, keluarga yang jauh akan datang berkunjung, bahkan
warga dari kampung lain pun ikut hadir meramaikan. Di beberapa rumah mengadakan
ritual adat dengan membunyikan gamelan, memotong hewan (ayam, anjing, babi)
sebagai ungkapan rasa syukur mereka atas hasil panen yang diperoleh. Ketika
bulan Gawai, siswa akan sering tidak masuk sekolah karena di rumahnya
mengadakan ritual adat dan ketika ritual adat semua anggota keluarga harus
hadir, sehingga ketika bertepatan dengan Gawai sekolah akan diliburkan. Tahun
ini juga begitu, tetapi selain bertepatan dengan Gawai sekolah diliburkan
karena semua guru harus mengikuti pelatiahan Kurikulum 2013 di Dinas Bengkayang
selama satu minggu. Pelatihan tersebut diselenggarakan dengan harapan ketika
tahun ajaran baru 2017/2018 untuk kelas 7 bisa diterapkan kurikulum 2013.
Ritual adat Gawai
Selain
adat Gawai, warga setempat jika sakit atau tidak enak badan tidak pergi ke
puskemas walalupun sudah ada bidan desa yang bertugas di puskesmas dan tinggal
di sana. Warga lebih memilih pergi ke pemangku adat (semacam mantri) yang
dituakan atau dianggap mampu menyembuhkan berbagai penyakit dengan cara
dijampi. Terkadang selain dijampi mereka juga melakukan ritual adat yang
disertai potong hewan (ayam, anjing, maupun babi). Walaupun adat istiadatnya
masih kental, warga Bumbung tidak menutup diri jika ada pendatang yang masuk ke
kampungnya. Justru mereka sangat menerima dengan baik jika ada tamu maupun
pendatang.
Mata pencaharian warga
Bumbung yaitu berkebun dan berladang, serta sebagian bekerja sebagai buruh di
Malaysia. Hasil panen yang utama yaitu padi, sahang (merica), jagung, durian
(kalau pas musimnya hehe). Ketika musim durian saya pernah diajak siswa untuk
pergi “nyantuk” durian yaitu menunggu durian jatuh dari pohonnya. Banyak pohon
Durian yang tumbuh di hutan dan sudah ada sejak dahulu sehingga siapapun boleh
mengambil buahnya asalkan sabar menunggu di dekat pohon sampai durian jatuh
dari pohon, istilahnya siapa cepat dia dapat. Ketika musim durian hampir setiap
hari kami tidak pernah absen makan durian dan saya tidak pernah beli buah
durian. Setiap pagi para siswa bergantian membawakan gurunya buah durian.
Selain mengajar di sekolah, saya juga mengajar ngaji (Iqro’) anak-anak muslim
di sana, jadi kadang saya juga dapat dari mereka. Bahkan tidak hanya durian,
saya kerap dibawakan hasil panen sayur ladang orang tua mereka ketika mengajar
ngaji, ada juga yang memberi ayam dan beras. Ketika musim kemarau dan air
sungai surut, saya kerap diajak untuk pergi ke sungai mencari ikan oleh
anak-anak atau warga. Demikiaan secuil pengalaman saya selama ditugaskan di
kabupaten Bengkayang yaitu di SMP Negeri 2 Seluas di Dusun Bumbung. Sebenarnya
masih banyak pengalaman yang belum saya ceritakan termasuk pengalaman bonus
jalan-jalan ke Malaysia hehe. Semoga sedikit cerita saja tadi bisa bermanfaat
untuk pembaca. (oleh Hanifah, S.Pd.)
No comments:
Post a Comment