Friday, January 11, 2019

Sepenggal Pengalamanku, Mengabdi di SMP Negeri 2 Seluas

Program SM-3T merupakan kependekan dari Sarjana Mendidik di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal), satu dari sekian program yang diselenggarakan pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang diperuntukkan bagi sarjana muda yang memiliki kemauan dan kemampuan untuk mengajar di daerah 3T selama 1 tahun. Untuk mengikuti program ini, salah satu syaratnya adalah sarjana S1 kependidikan yang belum menikah dan bersedia tidak menikah selama melaksanakan kontrak SM-3T. Setelah SM-3T akan dilanjutkan dengan Pendidikan Profesi Guru (PPG) selama 1 tahun dan selama Pendidikan Profesi Guru, peserta juga belum diperbolehkan menikah. Sedangkan untuk lulusan Sarjana Pendidikan sekarang juga diwajibkan melanjutkan Pendidikan Profesi dan saat saya lulus pendidikan profesi yang ada hanyalah pendidikan profesi melalui SM-3T. Demikian sedikit informasi mengenai SM-3T dan PPG.
Saya mulai tertarik untuk mengikuti program SM-3T dan PPG sejak masih kuliah semester 6, sampai-sampai di dinding kamar kos, saya tuliskan “Ikut SM3T” dalam daftar target pencapaian saya. Alhamdulillah saya bisa lulus tepat waktu dan sesuai target yang ingin saya capai. Saya wisuda bulan Mei 2016. Pada saat itu sempat beredar wacana bahwa SM-3T tahun 2016 dihapuskan, kemudian ada wacana lagi tetap diselenggarakan tetapi jumlah kuota dikurangi dari tahun sebelumnya. Setelah menunggu dan menanti akhirnya terbit juga pengumuman pendaftaran SM-3T yaitu pada Bulan Juni 2016. Sesuai yang sudah saya niatkan dan alhamdulillah mendapatkan restu dari kedua orang tua serta keluarga. Saya mendaftar program SM-3T dan harus melalui berbagai tes mulai dari seleksi administrasi secara online, tes TKD online di LPTK penyelenggara, tes wawancara dan mikro-teaching, serta prakondisi. Seleksi demi seleksi alhamdulillah bisa saya lalui dengan lancar dan saya lolos untuk mengikuti program SM-3T.
Sebelum diberangkatkan ke daerah 3T, seluruh peserta SM3T diberikan pembekalan yang dikenal dengan istilah prakondisi terlebih dahulu. Prakondisi dilaksanakan di Akademi Angkatan Udara milik Lanud Adi Sucipto Yogyakarta selam 17 hari. Selama 17 hari kami ditempa oleh para pelatih yang merupakan TNI AU dan juga beberapa dosen dari UNY. Selama prakondisi kami dibiasakan tanpa handphone dan uang, dilatih harus disiplin, diberikan materi tentang bela negara, kebangsaan, cinta tanah air, dan lain-lain. Kami juga diajarkan bagaimana caranya harus bertahan hidup di hutan belantara dengan persediaan bahan pangan yang seadanya.
Sebelum berangkat prakondisi kami sudah diberitahukan lokasi penempatan tugas masing-masing. Saya ditempatkan di Provinsi Kalimantan Barat yaitu di Kabupaten Bengkayang. Awalnya bertanya-tanya di mana itu, namanya saja baru sekali itu mendengar. Kemudian saya mencari informasi terkait kabupaten Bengkayang dan ternyata ada kakak tingkat sewaktu kuliah yang juga ditempatkan di Kabupaten Bengkayang pada tahun sebelumnya. Belum sempat bertanya banyak, sudah harus berangkat prakondisi, tetapi ketika prakondisi pun dari pihak panitia mendatangkan kakak-kakak angkatan sebelumnya yang ditempatkan di kabupaten Bengkayang.
Setelah 17 hari kami ditempa, kami diberikan waktu bertemu dengan keluarga selama beberapa hari sampai akhirnya pada tangggal 5 September 2016 kami berangkat menuju Kalimantan Barat. Sebelum pemberangkatan dilakukan pelepasan di UNY, kemudian kami menuju Bandar Udara Adi Sucipto Yogyakarta. Dari Yogyakarta kami transit terlebih dulu di Bandar Udara Soekarno Hatta Jakarta kemudian melanjutkan penerbangan ke Bandar Udara Supadio Pontianak. Tiba di Pontianak kurang lebih pukul 20.00 WIB. Kami singgah makan malam kemudian melanjutkan perjalanan ke Dinas Pendidikan Kabupaten Bengkayang menggunakan bus yang sudah disediakan oleh pihak Dinas. Perjalanan ke Bengkayang kurang lebih 5-6 jam. Tiba di Dinas kami beristirahat di mess Dinas Pendidikan untuk istirahat karena pagi harinya kami harus mengikuti acara penerimaan dari Dinas Bengkayang dan juga serah terima kepada masing-masing sekolah.
6 September 2016
Perjalanan hidup di kalimantan dimulai dari sini. Saya mendapat penempatan di SMP Negeri 2 Seluas yang merupakan salah satu Sekolah Menengah di Kecamatan Seluas, kecamatan yang tidak jauh dari Perbatasan Indonesia-Malaysia. Dari namanya, SMP Negeri 2, saya pikir seperti SMP Negeri 2 di Jawa pada umumnya, masih terletak paling tidak di ibukota kecamatan. Ternyata dugaan saya salah. Kebetulan kepala SMP Negeri 2 Seluas saat penyerahan juga berhalangan hadir di Dinas Pendidikan. Saya sudah berusaha menghubungi tetapi tidak juga kunjung ada jawaban, padahal teman-teman lain sudah bertemu dengan kepala sekolahnya ataupun kepala UPT Kecamatannya, sedangkan saya masih kebingungan harus kemana dan ikut siapa. Pada akhirnya ada salah seorang kepala sekolah lain yang ternyata teman dekat dari kepala SMP Negeri 2 Seluas, saya diminta ikut beliau dulu. Saya bersama teman-teman diantarkan oleh kepala sekolah teman saya ke kecamatan Seluas. Saya diantar ke rumah salah satu guru SMP Negeri 1 Seluas, yang kebetulan sudah dianggap kakak oleh kepala sekolah saya. Bu Maya sudah menunggu dan langsung menyambut saya untuk diajak ke rumahnya. Beliau sangat keibuan dan baik sekali padahal baru pertama kali bertemu. Oh iya kepala sekolah saya bernama Bapak Jura Gunawan, Pak Jura biasa orang memanggilnya. Pak Jura sudah menganggap Bu Maya seperti kakaknya sendiri. Setelah beristirahat dan akhirnya bertemu dengan Pak Jura di rumah Bu Maya, beliau menceritakan sedikit tentang SMP Negeri 2 Seluas. Ternyata lokasi sekolah masih lumayan jauh dari tempat Bu Maya tinggal yang merupakan kota kecamatan, pantas saja ketika saya browsing di Google maupun Map tidak menemukan informasi maupun letak SMP Negeri 2 Seluas di peta hehehe, ada informasi tapi sedikit.
Perjalanan menuju Dusun Bumbung
SMP Negeri 2 Seluas terletak di Dusun Bumbung, Desa Bengkawan, Kecamatan Seluas. Dari kota kecamatan menuju Dusun Bumbung bisa menempuh 2 jalur, yaitu darat dan air (sungai). Jalur darat ditempuh menggunakan sepeda motor selama kurang lebih satu jam dengan medan jalan masih jalan tanah (kalau hujan becek, kalau kemarau berdebu) dan berbatu, serta menyebrangi beberapa sungai kecil, ada satu sungai terbesar yang harus menggunkan rakit untuk menyebranginya, sedangkan sungai-sungai kecil hanya dihubungkan oleh satu batang kayu yang ditidurkan. Jalur air harus menyusuri dan melawan arus Sungai Kumba menggunakan perahu motor (orang setempat biasa menyebut motor air). Kalau menempuh jalur sungai lebih lama yaitu kurang lebih 2 jam jika air sungai dalam (musim hujan) dan bisa sampai 4 jam jika air sungai kering (musim kemarau) sambil mendorong perahu (bayangkan jalan sambil dorong perahu, melawan arus lagi....sesuatu yang penuh perjuangan banget, terlebih saya ndak bisa berenang hehehehe). Setelah seminggu saya tinggal di rumah Bu Maya, tepatnya setelah lebaran Idul Adha saya baru menuju Dusun Bumbung dikarenakan guru yang sedang berada di sekolah laki-laki dan Pak Jura tidak tega kalau membiarkan saya berangkat sendiri. Akhirnya saya berangkat setelah lebaran Idul Adha bersama dua guru perempuan. Kami berangkat ke Bumbung naik perahu motor (motor air) bersama beberapa warga Bumbung yang akan pulang. Waktu itu di sana masih musim kemarau dan air sungai dangkal sehingga setengah perjalanan kami harus turun dari perahu dan membantu pengemudi mendorong perahu sampai ke Bumbung.
Sesampainya di Bumbung ternyata kedatangan kami sudah ditunggu siswa yang tinggal di asrama. Mereka membantu saya membawa barang-barang dari seteher (pangkalan) perahu motor menuju ke asrama guru yang satu lokasi dengan lingkungan sekolah. Jalan yang harus ditempuh dari pangkalan perahu motor menuju sekolah kurang lebih 15 menit jalan santai dengan satu tanjakan yang lumayan terjal. Saya tinggal di salah satu rumah dinas guru bersama dua orang guru dan dua orang siswa. Di sekolah, saya diterima dengan baik, malahan mereka sangat antusias mengapa saya mau jauh-jauh dari Jawa mengajar di SMP Negeri 2 Seluas yang terletak di Dusun Bumbung itu.
SMPN 2 Seluas
Siswa kelas VII, VIII, IX
Di Dusun Bumbung belum ada listrik dari PLN sehingga penerangan masyarakat di sana masih menggunakan pelita. Beberapa rumah yang memiliki mesin genset/diesel sudah ada penerangan lampu dan bisa menonton televisi. Sedangkan di sekolah ada juga genset milik sekolah, kami menyalakan genset jika ingin men-charge baterai laptop dan handphone. Jika tidak mendesak, guru-guru sudah terbiasa tanpa lampu jadi tidak menghidupkan genset. Sinyal hanya dapat ditemukan di titik-titik tertentu jika sudah berada di sekolah, itupun handphone harus ditempelkan pada salah satu sisi jendela di kantor. Jika ingin menikmati sinyal yang sedikit lebih lancar untuk telepon dan akses internet harus berjalan naik bukit terlebih dahulu. Awalnya sangat susah untuk menyesuaikan dengan keadaan seperti itu, kalau sudah malam tiba harus terbiasa dengan gelap dan tanpa sinyal, tetapi lama-kelamaan bisa juga menyesuaikan dengan keadaan dan bahkan mulai terbiasa.
SMP Negeri 2 Seluas memiliki kondisi gedung yang masih tergolong baik karena tahun lalu mendapatkan bantuan rehab ruang kelas dan tambahan 2 ruangan yaitu untuk laboratorium IPA dan ruang serba guna. Jumlah rombel yaitu 3 rombel dengan keseluruhan jumlah siswa 45 anak. Alat peraga, media, dan buku pelajaran yang sesuai masih sangat kurang sehingga mempengaruhi proses pembelajaran. Kondisi siswa di sekolah sebagian besar sudah disiplin dan tertib karena mereka memang dibiasakan dan dididik untuk disiplin terutama oleh kepala sekolah. Akan tetapi, kesadaran dan motivasi siswa untuk belajar masih rendah. Selama saya mengajar di sana beberapa siswa sering bolos sekolah bahkan ada yang berhenti sekolah dikarenakan malas sekolah dan akhirnya memilih bekerja di Malaysia. Pemahaman siswa di kelas ketika guru menjelaskan pun masih sangat kurang, bahkan ada siswa yang belum lancar membaca bahasa Indonesia. Hal tersebut disebabkan karena dalam keseharian mereka menggunakan bahasa daerahnya yaitu bahasa Dayak sehingga kemampuan berbahasa Indonesianya masih rendah, bahkan di kelas pun mereka menggunakan bahasa Dayak jika berkomunikasi dengan temannya. Padahal sudah berulang kali diingatkan kalau di sekolah harus menggunakan bahasa Indonesia. Pernah diterapkan peraturan bahwa yang menggunakan bahasa daerah di sekolah akan dikenakan sanksi, yang ada malah sekolah sepi karena percakapan mereka terbatas bahkan malah ada yang berbisik agar tidak kedengaran oleh guru menggunakan bahasa Dayak. 
Hampir satu semester ditugaskan di sekolah, terjadi pergantian kepala sekolah dan di SMP Negeri 2 Seluas hampir kurang lebih 2 bulan terjadi kekosongan kepala sekolah sehingga wewenang diambil alih oleh wakil kepala sekolah. Awal semester genap barulah ditunjuk dan dilantik kepala sekolah yang baru, yaitu Pak Patrisius Didik Maryanto, yang sebelumnya menjabat sebagai wakil kepala sekolah. Walaupun terjadi pergantian pemimpin, kegiatan belajar mengajar serta kegiatan sekolah tetap berjalan seperti biasanya. SMP Negeri 2 Seluas juga mendapatkan mahasiswa PPL dari IKIP Budi Utomo Malang. Dengan adanya mahasiswa PPL dan juga guru SM3T, bisa memotivasi siswa untuk lebih giat lagi dalam belajar. Walalupun secara umum, prestasi siswa masih tergolong menengah ke bawah jika dibandingkan sekolah lain yang terletak di kota, tetapi siswa kami tidak takut untuk bersaing dengan sekolah lain ketika ada kegiatan lomba seperti Olimpiade tingkat Sub Rayon, OSN, O2SN, FLS2N, dan kegiatan lain di tingkat Sub Rayon maupun kecamatan. Dalam OSN, salah satu siswa kami berhasil mendapatkan juara 3 untuk Mapel IPA di tingkat Sub Rayon Seluas. Pada O2SN dan  FLS2N siswa kami juga berpartisipasi dan bahkan sangat antusias untuk megikuti walalupun belum beruntung dalam perlombaan, tetapi mereka tidak menyesal ikut karena dengan mengikuti kegiatan seperti itu mereka jadi bisa mengukur seberapa jauh kemampuan mereka dibanding sekolah lain dan mereka juga medapat pengalaman serta pengajaran dari kegiatan yang diikutinya.
Setelah liburan semester I saya pindah ke rumah dinas SD yang kebetulan kosong dan berada dekat dengan perkampungan. Saya tinggal di sana bersama dengan keluarga kepala sekolah yang baru dan setelah tinggal di sana, saya malah merasa lebih dekat dengan warga masyarakat karena sering berjumpa ketika berangkat dan pulang sekolah, serta oleh keluarga kepala sekolah saya sudah dianggap seperti anak mereka jadi kemana mereka pergi saya ikut serta sehingga membuat saya justru kerap berkunjung ke rumah warga. Di Dusun Bumbung masih menjunjung tinggi adat istiadat Dayak karena memang mayoritas warga terdiri dari Suku Dayak yang beragama Kristen maupun Katholik. Bahasa sehari-hari yang digunakan adalah bahasa Dayak dan Melayu walaupun mereka juga sudah mengenal Bahasa Indonesia. Adat yang masih selalu dilakukan yaitu adat ketika panen padi tiba yang dikenal dengan Adat Gawai. Ketika adat Gawai setiap rumah mengadakan semacam Open House sehingga antar warga saling mengunjungi, keluarga yang jauh akan datang berkunjung, bahkan warga dari kampung lain pun ikut hadir meramaikan. Di beberapa rumah mengadakan ritual adat dengan membunyikan gamelan, memotong hewan (ayam, anjing, babi) sebagai ungkapan rasa syukur mereka atas hasil panen yang diperoleh. Ketika bulan Gawai, siswa akan sering tidak masuk sekolah karena di rumahnya mengadakan ritual adat dan ketika ritual adat semua anggota keluarga harus hadir, sehingga ketika bertepatan dengan Gawai sekolah akan diliburkan. Tahun ini juga begitu, tetapi selain bertepatan dengan Gawai sekolah diliburkan karena semua guru harus mengikuti pelatiahan Kurikulum 2013 di Dinas Bengkayang selama satu minggu. Pelatihan tersebut diselenggarakan dengan harapan ketika tahun ajaran baru 2017/2018 untuk kelas 7 bisa diterapkan kurikulum 2013.
Ritual adat Gawai
Selain adat Gawai, warga setempat jika sakit atau tidak enak badan tidak pergi ke puskemas walalupun sudah ada bidan desa yang bertugas di puskesmas dan tinggal di sana. Warga lebih memilih pergi ke pemangku adat (semacam mantri) yang dituakan atau dianggap mampu menyembuhkan berbagai penyakit dengan cara dijampi. Terkadang selain dijampi mereka juga melakukan ritual adat yang disertai potong hewan (ayam, anjing, maupun babi). Walaupun adat istiadatnya masih kental, warga Bumbung tidak menutup diri jika ada pendatang yang masuk ke kampungnya. Justru mereka sangat menerima dengan baik jika ada tamu maupun pendatang.
      Mata pencaharian warga Bumbung yaitu berkebun dan berladang, serta sebagian bekerja sebagai buruh di Malaysia. Hasil panen yang utama yaitu padi, sahang (merica), jagung, durian (kalau pas musimnya hehe). Ketika musim durian saya pernah diajak siswa untuk pergi “nyantuk” durian yaitu menunggu durian jatuh dari pohonnya. Banyak pohon Durian yang tumbuh di hutan dan sudah ada sejak dahulu sehingga siapapun boleh mengambil buahnya asalkan sabar menunggu di dekat pohon sampai durian jatuh dari pohon, istilahnya siapa cepat dia dapat. Ketika musim durian hampir setiap hari kami tidak pernah absen makan durian dan saya tidak pernah beli buah durian. Setiap pagi para siswa bergantian membawakan gurunya buah durian. Selain mengajar di sekolah, saya juga mengajar ngaji (Iqro’) anak-anak muslim di sana, jadi kadang saya juga dapat dari mereka. Bahkan tidak hanya durian, saya kerap dibawakan hasil panen sayur ladang orang tua mereka ketika mengajar ngaji, ada juga yang memberi ayam dan beras. Ketika musim kemarau dan air sungai surut, saya kerap diajak untuk pergi ke sungai mencari ikan oleh anak-anak atau warga. Demikiaan secuil pengalaman saya selama ditugaskan di kabupaten Bengkayang yaitu di SMP Negeri 2 Seluas di Dusun Bumbung. Sebenarnya masih banyak pengalaman yang belum saya ceritakan termasuk pengalaman bonus jalan-jalan ke Malaysia hehe. Semoga sedikit cerita saja tadi bisa bermanfaat untuk pembaca. (oleh Hanifah, S.Pd.)

No comments:

Post a Comment

Merdeka Belajar

 Merdeka Belajar Kebebasan setiap individu atas hak-haknya tanpa melanggar atau mengambil hak kebebasan individu lain-Ki HadjarDewantara Leb...