Kisah berikut diambil
dari rekam jejak kami semenjak pertama kali menginjakkan kaki di Bumi Sebalo
tepatnya di Desa Sungkung Kecamatan Siding Kabupaten Bengkayang. Semenjak awal
penentuan tempat untuk mengajar memang kami dapat penempatan di sekolah
menengah pertama
yang berada di Kecamatan Siding, tepatnya di SMP N 2
Siding. Kecamatan itu terdengar asing bagi kami kemudian di awal kami juga
merasa sedikit gelisah dengan kondisi dan situasi di sana setelah mendengar
cerita dari kepala sekolah SMP
N 2 Siding terkait
lingkungan dan kondisi sekolah tersebut. Memang butuh perjuangan dan
pengorbanan besar untuk dapat pergi ke sana hingga bisa sampai di lokasi
tujuan. Untuk menuju lokasi SMPN 2 Siding, yang
beralamatkan di Dusun
Kadok, Desa Sungkung, Kecamatan
Siding dari Kota
Bengkayang dapat ditempuh
selama 2 hari perjalanan. Pertama kita naik bus jurusan Bengkayang-Entikong
dari kota Bengkayang, perjalanan dari Bengkayang menuju Entikong ini
membutuhkan waktu kurang lebih selama 8 jam perjalanan dengan biaya Rp.
100.000. Kami berangkat pagi dari Kota
Bengkayang dan dengan waktu tempuh tersebut sampai di Entikong sekitar pukul
empat sore. Setelah sampai Entikong kami menginap di salah satu penginapan selain karena
tidak mungkin untuk melanjutkan perjalanan dimalam hari juga sekaligus
istirahat mempersiapkan fisik untuk perjalanan selanjutnya. Untuk
sampai
lokasi kami diharuskan menggunakan jasa motor darat atau
menggunakan sampan namun pada saat itu kami menggunakan ojek.
Pagi hari pkl. 09.00 WIB kami lanjutkan perjalanan menggunakan motor darat
dengan salah satu guru dan kepala sekolah
SMP N 2 Siding. Di dalam perjalanan
kami harus melewati Kabupaten Landak dan Sanggau untuk bisa sampai lokasi.
Hingga akhirnya kami sampai di sekolah pkl. 13.30 WIB. Sungguh perjalanan yang
sangat luar biasa, serasa badan semua sakit karena harus melewati lika-liku
jalan tanpa aspal dan menyeberangi sungai di tengah-tengah perjalanan.
Beberapa
hari di sekolah kami sudah mulai akrab dan mengenal siswa siswi yang ada di SMP N 2 Siding. Kami melihat
suasana yang berbeda di sini terkait kondisi dan sikap siswa di sekolah ini
dengan kondisi siswa yang ada di lingkungan perkotaan. Sungguh sangat luar
biasanya siswa yang ada disini, ya karena ternyata mereka mempunyai semangat
yang besar untuk sekolah, hal ini terbukti dari kerelaan mereka untuk berjalan
kaki selama beberapa jam untuk menuju ke sekolah. Banyak kami bercerita tentang
motivasi meraih asa dan cita-cita untuk masa depan mereka di sekolah. Hal ini
semata-mata kami lakukan demi
kemajuan dan kemandirian bangsa tercinta kita Indonesia di masa depan. Tetapi
apa yang terjadi bahwa sebagian besar siswa yang ada di tapal batas ini masih
banyak yang mencintai negara sebelah yaitu Malaysia daripada negerinya sendiri.
Apa buktinya, ya sebagian besar siswa yang ada di sekolah ini pernah pergi ke
Malaysia untuk bekerja, mereka lebih memilih kerja di negara sebelah karena
merasakan nyaman, enak dan terjamin hidup disana. Lantas kerja apa dan tinggal
dimana mereka?.
Ternyata mereka di sana kerjanya sama dengan di Indonesia yaitu ada yang
berkebun dan kerja di bangunan. Di Malaysia mereka ternyata tinggal bersama
tokek dan banyak dari mereka sudah punya tokek masing-masing. Apa itu tokek?. Tokek
adalah sebutan untuk bos bahkan ada yang sudah menganggap sebagai ayahnya
sendiri di Malaysia. Ketika sudah sampai di Malaysia mereka akan bekerja di
kebun ataupun bangunan dengan gaji kurang lebih Rm. 20 atau sekitar Rp.
60.000/hari Ketika liburan sekolah pasti mereka selalu pergi ke Malaysia secara
bersama-sama.
Tidak heran bahwa siswa SMP N 2 Siding pasti selalu ada yang pergi ke Malaysia karena memang jaraknya yang dekat dari tempat tinggal, biasa mereka berjalan kaki menempuh waktu selama 6 jam perjalanan untuk bisa sampai ke Malaysia. Tiada paspor dan tiada izin tidak menjadi penghalang buat mereka, karena setelah sampai di Malaysia mereka akan langsung dijemput oleh tokek mereka. Perasaan senang dan gembira muncul di hati para siswa karena mereka akan dimanjakan oleh tokek mereka di Malaysia. Suatu hari kami pernah menanyakan kepada siswa tentang Indonesia, ternyata ada yang tidak tertarik sama sekali bahkan di benak mereka Indonesia itu adalah ladangnya korupsi. Pantas saja siswa yang ada di sini selalu menginginkan pergi dari Indonesia. Bahkan buku tulis mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan mereka memakai produk dari Malaysia. Lantas di mana jiwa patriotisme mereka?. Tidak jarang mereka selalu menyampaikan tentang wujud konkret dari pemerintah untuk kemajuan di daerahnya. Mana jalan aspal?. Mana bantuan dari pemerintah?. Yang katanya menggaung-gaungkan proyek Nawacita?. Bahkan listrik PLN belum menyambangi daerah tersebut. Siswa di sini selalu membandingkan dengan kondisi negara yang ada di sebelah, di negara Malaysia walaupun daerahnya di perbatasan tapi sudah diaspal, listrik dan kehidupannya diperhatikan pak, mengapa di Indonesia kami tidak merasakan hal itu?, di mana pemerintah pak?. Lebih baik saya pergi ke Malaysia saja ya pak. Itu adalah kata-kata yang terbesit di benak mereka. Ini adalah ironi kehidupan siswa yang ada di tapal batas, sempat kami merasakan kesedihan yang amat dalam dengan adanya kondisi ini. Ya, ini sebenarnya adalah tanggung jawab dan tugas kita untuk dapat menyelesaikan masalah ini.
Di sini kami guru SM3T selalu berusaha dan memberikan motivasi kepada siswa-siswi yang ada di sekolah kami agar mampu dan bisa mencintai bangsa Indonesia dan produk dalam negeri melalui kegiatan kegiatan yang kami laksanakan di sekolah. Kami selalu bersama-sama untuk saling bergandeng tangan dan mengepalkan tangan kita untuk satu tujuan yaitu kemajuan bangsa Indonesia mulai dari daerah perbatasan, sesuai dengan proyek nawacita program dari pemerintah. Dengan adanya proyek itulah maka kita semua ada dan ditugaskan di sini. Tugas kita adalah mengabdikan diri di dunia pendidikan agar peserta didik kita besok dapat meraih asa dan mampu memberikan kontribusi nya untuk kemajuan bangsa bukan malah untuk mencintai bangsa lain. ( oleh Nury Nurhayati, S.Pd.)
Tidak heran bahwa siswa SMP N 2 Siding pasti selalu ada yang pergi ke Malaysia karena memang jaraknya yang dekat dari tempat tinggal, biasa mereka berjalan kaki menempuh waktu selama 6 jam perjalanan untuk bisa sampai ke Malaysia. Tiada paspor dan tiada izin tidak menjadi penghalang buat mereka, karena setelah sampai di Malaysia mereka akan langsung dijemput oleh tokek mereka. Perasaan senang dan gembira muncul di hati para siswa karena mereka akan dimanjakan oleh tokek mereka di Malaysia. Suatu hari kami pernah menanyakan kepada siswa tentang Indonesia, ternyata ada yang tidak tertarik sama sekali bahkan di benak mereka Indonesia itu adalah ladangnya korupsi. Pantas saja siswa yang ada di sini selalu menginginkan pergi dari Indonesia. Bahkan buku tulis mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan mereka memakai produk dari Malaysia. Lantas di mana jiwa patriotisme mereka?. Tidak jarang mereka selalu menyampaikan tentang wujud konkret dari pemerintah untuk kemajuan di daerahnya. Mana jalan aspal?. Mana bantuan dari pemerintah?. Yang katanya menggaung-gaungkan proyek Nawacita?. Bahkan listrik PLN belum menyambangi daerah tersebut. Siswa di sini selalu membandingkan dengan kondisi negara yang ada di sebelah, di negara Malaysia walaupun daerahnya di perbatasan tapi sudah diaspal, listrik dan kehidupannya diperhatikan pak, mengapa di Indonesia kami tidak merasakan hal itu?, di mana pemerintah pak?. Lebih baik saya pergi ke Malaysia saja ya pak. Itu adalah kata-kata yang terbesit di benak mereka. Ini adalah ironi kehidupan siswa yang ada di tapal batas, sempat kami merasakan kesedihan yang amat dalam dengan adanya kondisi ini. Ya, ini sebenarnya adalah tanggung jawab dan tugas kita untuk dapat menyelesaikan masalah ini.
Di sini kami guru SM3T selalu berusaha dan memberikan motivasi kepada siswa-siswi yang ada di sekolah kami agar mampu dan bisa mencintai bangsa Indonesia dan produk dalam negeri melalui kegiatan kegiatan yang kami laksanakan di sekolah. Kami selalu bersama-sama untuk saling bergandeng tangan dan mengepalkan tangan kita untuk satu tujuan yaitu kemajuan bangsa Indonesia mulai dari daerah perbatasan, sesuai dengan proyek nawacita program dari pemerintah. Dengan adanya proyek itulah maka kita semua ada dan ditugaskan di sini. Tugas kita adalah mengabdikan diri di dunia pendidikan agar peserta didik kita besok dapat meraih asa dan mampu memberikan kontribusi nya untuk kemajuan bangsa bukan malah untuk mencintai bangsa lain. (
No comments:
Post a Comment