Menjadi seorang guru selain mengajar
juga mendidik dan menerapkan sikap disiplin, tanggung jawab kepada peserta
didik merupakan pondasi awal terciptanya peserta didik yang mempunyai karakter untuk
membangun masa depan yang lebih baik guna memperbaiki sumberdaya manusia dan
kualitas dalam pendidikan. Dunia pendidikan merupakan hak setiap anak, tidak
ada perbedaan antara anak di kota maupun
anak di ujung negeri karena setiap anak bangsa wajib mengenyam pendidikan yang
layak setinggi mungkin. Memotivasi anak di ujung negeri bahwa segala
keterbatasan yang ada bukan sebuah penghalang untuk berhenti mengenyam
pendidikan setinggi mungkin. Kunci terpenting adalah rajin belajar dan pantang menyerah dalam mengejar cita-cita, pasti akan
selalu menemui jalan keluar.
Pengabdian
sebagai guru melalui program SM-3T memberikan banyak pengalaman yang selalu
terkenang oleh penulis, banyak hal yang penulis dapatkan dari program tersebut.
Dalam pengabdian selama satu tahun penulis ditempatkan di daerah Kabupaten
Bengkayang di mana membutuhkan perjalanan darat 4 jam dari Pontianak untuk
menuju Kabupaten Bengkayang. Setelah sampai Kabupaten Bengkayang penulis ditempatkan
di SMP N 2 Suti Semarang di mana membutuhkan waktu 4-5 jam dari Kabupaten
Bengkayang menuju daerah tempat mengabdi, ada satu hal yang baru pertama
penulis temui yaitu tentang keadaan jalan menuju daerah penugasan yang sangat
luar biasa seperti namanya Suti (sulit terlewati) bukan hanya berlubang lagi
tapi sudah berlumpur-lumpur, genangan
air pun menghiasi sepanjang jalan menuju tempat penugasan serta jalan yang
licin. Kali pertama penulis masuk ke tempat penugasan tersebut bersama pengojek
yang tentunya sudah mahir dengan medan yang luar biasa ini.
SMP Negeri 2
Suti Semarang memiliki gedung dan bangunan yang bisa dibilang layak akan tetapi
masih mempunyai banyak kekurangan. Gedung sekolah memang sudah dibuat secara
permanen, akan tetapi dinding gedung sekolah sangat tipis sehingga mudah rusak
serta sarana dan prasarana yang terbilang masih kurang, sekolah ini berada di
tengah-tengah gunung yang namanya Gunung Sekaju di antara sekolah hanya
ada dua rumah warga yang bersebelahan
dengan sekolah, sedangkan lainnya masih kawasan hutan. Untuk bisa sampai di
daerah perkampungan membutuhkan waktu sekitar 1 jam perjalanan menggunakan
sepeda motor, tentu saja dengan kondisi jalan yang luar biasa seperti yang
sudah digambarkan tadi di atas. Sekolah ini juga merupakan sekolah yang berada
di daerah perbatasan antara Kabupaten Bengkayang dengan Kabupaten Landak
sehingga banyak murid yang berasal dari Kabupaten Landak.

Jumlah siswa SMP N 2 Suti Semarang per Juli 2017 adalah 55 orang
siswa dengan rincian kelas VII berjumlah 7 orang, kelas VIII berjumlah 23
orang, dan kelas IX berjumlah 25 orang, sehingga total berjumlah 55 orang
siswa. Setengah dari mereka adalah dari Kabupaten Landak sehingga siswa harus
menginap di asrama sekolah, bagi siswa yang tidak tinggal
di asrama mereka sudah harus berangkat sekolah sekitar jam 5 pagi dengan jarak
tempuh kira-kira satu jam sampai satu setengah jam perjalanan dengan jalan kaki.
Sedangkan anak-anak yang tinggal di asrama sekolah harus bangun jam 5 untuk
mandi ke sungai, sambil mengangkut air
untuk kebutuhan seperti memasak dan merebus air untuk diminum karena mereka
dituntut untuk mandiri karena tingggal di asrama sekolah jauh dari orang tua. Walupun
sekolah di daerah yang jauh dari perkotaan SMP N 2 Suti Semarang menerapakan
nilai-nilai disiplin yang tinggi, terbukti anak-anak harus sudah masuk sekolah
jam 7 tepat, sebelumnya dikumpulkan untuk melakukan cek kehadiran dan cek tugas
piketnya. Bagi siswa yang melanggar atau tidak sesuai dengan aturan akan
diberikan konsekuensi, tapi siswa-siswi selalu menjalani dengan semangat tanpa
mengeluh demi mengejar cita-cita yang mereka impikan.
Walaupun berada di ujung negeri proses
belajar mengajar di SMP N 2 Suti Semarang berjalan dengan baik dan selalu
melakukan upacara bendera rutin setiap hari Senin, serta banyak kegiatan-kegiatan yang wajib mereka
ikuti seperti ektrakulikuler karate dan pramuka guna membekali para peserta
didik tentang kepramukaan maupun tentang beladiri. Semangat yang diperlihatkan
mereka untuk pergi ke sekolah walaupun dalam keterbatasan membuahkan hasil, walaupun
berada di daerah 3T yang jauh dengan perkotaan mereka mampu bersaing dalam
olimpiade OSN dengan menjadi salah satu wakil kegiatan OSN tingkat kabupaten untuk
ke tingkat provinsi dalam bidang olimpiade Matematika. Hal itu membuktikan
bahwa di ujung negeri ini, ada mutiara-mutiara yang akan mengubah masa depan
melalui pendidikan yang baik, pendidikan yang menanamkan karakteristik dari
dalam diri anak.
Setelah pulang sekolah mereka tidak
langsung pergi bermain atau hanya berdiam diri di rumah saja. Mereka harus
membantu orang tua mereka berkebun ke sawah. Mayoritas penduduk Suti Semarang
adalah petani merica/lada dan getah karet. Siswa-siswiku ini menjalaninya tanpa
ada beban, semuanya terasa ringan karena mereka dengan penuh ikhlas membantu
orang tua mereka. Meski sibuk membantu bekerja di kebun mereka tetap tidak mengesampingkan
tugas mereka sebagai pelajar yaitu belajar. Tanpa penah ada kata mengeluh,
mereka tetap menyempatkan belajar pada malam harinya walaupun badan mungkin
sudah terasa lelah. Tapi demi meraih cita-cita yang selalu mereka impikan, itu
bukan menjadi masalah. Mereka selalu menanyakan kepada penulis “apakah
cita-cita kami bisa terwujud?”, dengan raut wajah polos mereka berkata
demikian. Tentu penulis selalu memberikan semangat dan bekal ilmu semaksimal
mungkin dan memotivasi mereka untuk selalu belajar dengan rajin, ulet dan tekun
agar apa yang dicita-citakan dapat tercapai suatu saat nanti.
“Selalu
belajar dan semangat dalam menuntut ilmu siswa-siswiku.
Jemputlah
kesuksessanmu di masa depan walaupun kamu jauh dari perkotaan dan berada di
ujung negeri....!!!!!”
(oleh M. Ijokio Harto, S.Pd.)
No comments:
Post a Comment