Guru,
setiap kali kata itu didengar pasti akan tergambar sebuah sosok pengajar yang
berkiprah dalam dunia pendidikan. Banyak
statmen untuk sekarang ini mengenai guru dan tunjangannya. Statmen-statmen itu
muncul karena kebanyakan dari pencetus statmen baru melihat guru dari kacamata
luarnya saja. Bagi yang sudah terjun
di dunia pendidikan sebagai seorang guru maupun bukan, statmen itu akan sangat
berbeda dengan yang dilihat dari luar.
Dan bagi yang yang benar-benar
melakukannya dengan tulus, maka akan merasakan kenikmatann yang luar
biasa. Ya mungkin melihat pendidikan yang di kota tidak asing lagi dengan
fasilitas pendidik maupun prasarana yang mendukung. Ketika kita melihat aaupun
menjadi pemeran guru di di daerah yang sedikit dalam, pasti membutuhkan tekad
dan semangat yang tinggi walaupun mungkin honor menggiurkan. Ketika menjadi
seorang guru di tempat yang masih tertinggal dengan kondisi sekolah yang serba
terbatas, terbatas fasilitasnya maupun terbatas gurunya, seorang guru dituntut
untuk mengubah dan memaksimalkan pendidikan yang ada dengan mengaruskan bisa
disegala bidang, sebagai guru rangkap pelajaran, pustakawan, administrasi
sekolah dan lainya.
Seperti
halnya dua orang guru yang mengajar di salah satu smp di kabupaten bengkayang
Kalimantan barat. Mereka berasal dari
kabupateen tetangga yaitu kabupaten Landak. Kedua guru itu yakni Pak Andi dan
Pak Handi. Pak Andi merupakan guru pegawai negeri yang mengajar utamanya bahasa
inggris dan Pak Handi masih guru honorer yang mengajar utamanya bahasa
Indonesia. Mereka untuk di lapangan mengajar lebih dari satu mapel.
Pak
Andi termasik guru senior di sana. Beliau setiap hari berangkat dari rumahnya
yang bisa dikatakan menempuh jarak yang lumayan. Beliau berangkat pukul 06.00 WIB
untuk ke sekolah dengan sepatu boot kesangannya. Berangkat lebih awal bukan
berarti jaraknya yang jauh, akan tetapi karena medan jalan yang berlobang dan
berlumpur. Dengan kondisi medan yang demikian dan juga medan pegunungan, beliau
mengusahakan datang lebih awal agar
sampai sekolah tidak terlambat. Itupun ketika cuaca bagus, ketika cuaca
kurang bagus kadang-kadang jalan susah untuk dilewati. Kedatangan beliau merukan
kedatangan yang dinantikan oleh siswa-siswanya. Siswa menantikannya karena guru
yang ada disekolah itu terbatas. Guru yang ada dua PNS dan yang lain honorer,
dengan adanya peraturan untuk pembayaran guru honor tidak boleh lebih dari dana
bos, maka pengajaran sangat terbatas dan kekurangan guru. Kekurangan tenaga
pendidik merupakan salah satu kendala dalam pembelajaran. Guru yang merupakan
jantung dari sekolah, apabila kekurangan maka pembelajaran di sekolah tidak akan
berjalan dengan baik.
Ini
seperti kisah dari pak Handi yang menjadi guru honor di dua sekolah, dua
Kabupaten yang berbeda. Untuk hari senin sampai kamis mengajar di sekolah yang
sama dengan pak Andi, sedangkan jum’at dan sabtu mengajar di sekolah di Kabupatenya sendiri. Guru muda ini yang keturunan dayak melayu, mengabdi untuk memajukan
pendidikan yang tergolong masih tertinggal dilain halnya untuk pekerjaan lain
dengan iming-iming gaji lebih besar, akan
tetapi dia memilih untuk tetap menjadi guru. Beliau mendedikasikan dirinya
untuk pendidikan dengan pengabdian yang mana dengan honor hanya mencukupi makan keseharianya bahkan
kurang tetapi masih tetap dengan cita-citanya yang mulia di pendidikan. Pak
Handi selain mengajar juga secara tidak langsung penjaga sekolah, karena setelah
mengajar dia menginap diruang sekolah bukan karena tugas, tetapi jika bolak balik
kerumahnya maka tidak cukup honornya untuk perjalanan. Dengan iktikat yang
begitu besar beliau setiap hari minggu menambah penghasilan dengan noreh getah
karet ataupun buruh untuk mencukupi keseharianya karena apabila hanya
mengandalkan dari honor ngajarnya maka tidak cukup. Pendidikan yang masih membutuhkan banyak guru,
perlulah merubah pandangan tentang pendidikan terutama guru, karena masih
banyak diluar sana yang mendedikasikan sebagai guru dengan cita-cita memajukan
pendidikan di Indonesia
(by. Arif Munandar, S.Pd)